top of page

The Institute of Bible Doctrine
Institut Doktrin Alkitab

 

Persekutuan dengan Allah : Jilid Satu

 

Oleh Max Klein

(Fellowship with God : Volume One, by Max Klein)

 

Daftar Isi

 

Kata Pengantar

Pernyataan Resmi

Bab Satu: 1 Yohanes 1:9 – Menerima Kembali Persekutuan dengan Allah 

Bab Dua: Sebuah Pesan Untuk Kristen Muda 

Bab Tiga: Sebuah Sistim Pemikiran: Pikiran Kristus 

Bab Empat: 1 Korintus 13:1-3 – Kehidupan Rohani : Pikiran yang Benar dan Motivasi yang Benar

Bab Lima: Latihan Istirahat Iman

Bab Enam: Roma 5:5 – Dua Kolom Menuju Kedewasaan Rohani 

Bab Tujuh: Yohanes 15:1-8  - Produksi Kristen  

Bab Delapan: Matius 7:1-2 - Menghakimi 

Kesimpulan 

Glosarium  

 

 

 

Kata Pengantar

 

Hukum yang terutama yang diberikan kepada semua orang percaya di dalam Yesus Kristus adalah hukum untuk mengasihi Allah. Sebagai orang-orang percaya kita juga diperintahkan “untuk bertumbuh di dalam pengetahuan dan kasih karunia Yesus Kristus”. Tanpa memiliki pemahaman yang benar akan doktrin Alkitab, maka mustahil untuk memenuhi hukum-hukum ini dan orang percaya akan terus gagal di dalam kehidupan rohaninya. Orang-orang Kristen yang hebat bukanlah mereka yang memiliki posisi-posisi paling penting di dalam gereja, atau yang menunjukkan dirinya senantiasa sibuk di dalam pelayanan Kekristenan, atau yang bernyanyi dan berdoa paling kencang pada saat ibadah penyembahan. Buku ini akan membantu kita untuk memahami bahwa orang Kristen yang hebat itu adalah mereka yang  rendah hati untuk menaati perintah-perintah Allah, belajar dan menerapkan firman Allah, dan bertumbuh menjadi dewasa rohani dengan mengembangkan persekutuan yang intim dan yang berkelanjutan dengan Dia baik lewat doktrin Alkitab yang ada di dalam jiwa maupun kepenuhan oleh Roh Kudus. Orang-orang Kristen seperti inilah yang menjadi ‘orang percaya-pemenang’ di dalam era Gereja, yakni orang percaya yang telah mencapai kepenuhan Roh Kudus, melewati segala bentuk ujian iman dan menjaga fokus yang berkelanjutan dalam menjadi pribadi yang percaya pada Kristus. Hanya orang percaya-pemenang seperti inilah yang memiliki kapasitas untuk menerima  berkat maksimal dari Allah serta memuliakan Dia di hadapan manusia dan para malaikat.

Pernyataan Resmi

Penulis telah belajar di bawah pelayanan pengajaran dari R.B. Thieme, Jr., gembalanya yang setia melayani lebih dari 30 tahun. Dalam kurun waktu tersebut Max telah mempelajari banyak prinsip alkitabiah dan kebenaran doktrin yang telah memberikannya pemahaman yang jelas mengenai kehidupan rohani. Max rindu untuk menjelaskan perihal kehidupan rohani dalam bentuk tulisan yang sederhana, supaya orang lain juga dapat mengetahui kehidupan rohani yang Allah sudah siapkan kepada semua orang yang percaya pada Yesus Kristus.


Bab Satu

 

1 Yohanes 1:9

Menerima kembali persekutuan dengan Allah

dengan menyebutkan dosa-dosa

 

Tinggal di dalam persekutuan sangatlah penting di dalam kehidupan Kristiani. Untuk itu, kita harus belajar bagaimana untuk memulihkan persekutuan setelah melakukan dosa. Supaya pemulihan persekutuan terjadi, Allah telah merancangkan prosedur yang sederhana. Meskipun itu sederhana, namun  harus diikuti secara persis. Menyebutkan dosa-dosa kita kepada Allah Bapa adalah prosedur bersyarat dan bukan merupakan sebuah janji yang akan diterapkan dengan iman. Sebuah janji adalah deklarasi ilahi atau jaminan bahwa sesuatu yang spesifik akan atau tidak akan terjadi, sedangkan prosedur adalah tindakan (menyebutkan dosa-dosa kita)  dimana hasilnya diterima (pengampunan dosa-dosa kita). Sebuah janji membutuhkan iman; suatu prosedur membutuhkan tindakan. Ayat ini tidak berkata, “Kalau kita percaya dan menyebutkan dosa-dosa kita”. Orang percaya tidak bisa berjalan dalam iman sementara dia berada di luar persekutuan. Jadi, Allah telah memberikan sebuah prosedur yang sederhana kepada orang percaya untuk pemulihan persekutuan. Hanya dengan menyebutkan dosa-dosa anda kepada Dia, dan Dia akan memulihkan anda kembali kepada persekutuan. Latihan istirahat iman, yakni berjalan dalam iman tidak bisa dicapai apabila kita berada di luar persekutuan dengan Roh Kudus. Latihan istirahat iman adalah menerapkan doktrin Alkitab pada pengalaman kita dan membutuhkan kuasa Ilahi untuk mengerjakannya. Kuasa Ilahi ini diberikan lewat pelayanan pemenuhan oleh Allah Roh Kudus dan hanya terjadi bila kita ada di dalam persekutuan. Berjalan dengan iman adalah bagian dari kehidupan rohani. Ketika orang percaya berada di luar persekutuan, kehidupan rohaninya mengalami stagnasi sampai dengan ia kembali berada di dalam persekutuan. Dalam fungsi latihan istirahat iman, jiwa harus dikendalikan oleh Allah Roh Kudus. Ketika orang percaya berada di luar persekutuan, jiwanya dikendalikan oleh kodrat dosa. Ketika seorang percaya dikendalikan oleh kodrat dosanya, ia sungguh-sungguh berada di dalam situasi tidak berdaya dan tidak berpengharapan. Itulah sebabnya Allah harus memberikan solusi kasih karunia untuk dilema kita. Solusi kasih karunia ini adalah prosedur yang sederhana, bukan praktik-iman. Orang Kristen harus sadar apakah ia sedang berada di dalam persekutuan atau sedang di luar persekutuan. Ia harus sadar bahwa hidupnya bukan sebagian berada di dalam persekutuan dan sebagian lagi di luar persekutuan.

Ketika jiwa seorang percaya taat kepada doktrin Alkitab yang dipenuhi dengan Roh Kudus, ia sedang berada di dalam persekutuan dan berjalan di dalam terang. Untuk itu, berada di dalam persekutuan berhubungan dengan jiwa, bukan tubuh atau emosinya. Untuk itu, persekutuan bukanlah sesuatu yang kita ‘rasakan’. Orang percaya seharusnya tidak berkata, ‘saya merasa dekat dengan Allah’ atau, ’saya merasa sepertinya saya berada di luar persekutuan dengan Allah’. Sebaliknya, orang percaya harus memahami bahwa ia telah kehilangan persekutuan dengan Roh Kudus dan masuk ke dalam kegelapan setiap kali ia melakukan dosa.  Ketika berada di dalam kegelapan, ia harus masuk kembali ke dalam terang lewat pengakuan dosa. Ketika seseorang pertama kali percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya, dosa-dosa pra-keselamatannya telah diampuni, dan ia langsung dibawa masuk ke dalam persekutuan dengan Allah Roh Kudus. Setelah menerima keselamatan, ketika ia melakukan dosa, persekutuan dengan Roh Kudus terputus dan orang percaya itu masuk ke dalam kegelapan. Pada titik ini orang percaya tersebut butuh sebuah solusi untuk dosa-dosa pasca keselamatan supaya ia dapat kembali berjalan di dalam terang.

Ketika seorang Kristen berada di luar persekutuan dan berjalan di dalam kegelapan, ia sungguh-sungguh berada di dalam situasi yang tidak berpengharapan. Ia tidak berpengharapan karena berada di luar persekutuan dan berada di bawah kendali kodrat dosanya dan tidak bisa melakukan apa-apa untuk menyenangkan Allah. Untuk  itu, solusi untuk masalah ini harus datang dari kasih karunia Ilahi – yakni Allah harus memberikan jalan keluar. Solusi Allah dapat ditemukan di dalam 1 Yohanes 1:9. Perikop ini dimulai dengan kalimat, “Jika kita mengaku dosa [dosa yang diketahui] kita.” Kata Yunani εαν (ean - jika) dan kata kerja Yunani µολογέω (homologeo - mengaku, mengatakan, atau menyebut) dalam bentuk kalimat pengandaian membentuk sebuah kalimat kondisional di dalam Bahasa Yunani. Kalimat kondisional menekankan kehendak bebas dari seseorang dan memiliki konotasi ‘mungkin’. Orang percaya mungkin menyebutkan dosa-dosanya  kepada Allah dengan benar atau mungkin tidak. Ketika Yohanes menulis perikop ini di dalam tuntunan Roh Kudus, ia sadar bahwa banyak orang Kristen akan gagal untuk menyebutkan dosa-dosanya secara benar kepada Allah Bapa. Pengandaian tidak saja mengenali adanya kehendak bebas, namun juga mengandung sebuah perintah. Seorang ayah dapat berkata kepada anak perempuannya, “Kalau kamu menikah (pengandaian: potensi, kemungkinan, probabilitas), saya akan memberikan hadiah pernikahan yang mahal.” Oleh karena anak perempuan itu memiliki kehendak bebas, ia mungkin saja tidak akan pernah menerima hadiah itu. Seorang wali kota dapat memerintahkan sopir-sopirnya untuk mengemudi dalam batas kecepatan tertentu ketika mengemudi di dalam kota. Namun, ini tidak berarti semua sopirnya akan patuh. Ayat Alkitab menjelaskan kehendak bebas lewat penggunaannya di dalam kalimat pengandaian dan imperatif. Allah memberikan 1 Yohanes 1:9 sebagai satu-satunya jalan untuk memulihkan persekutuan kita dengan Dia. Karena Allah sudah memberikannya kepada kita, tanggung jawab kita adalah menggunakannya. Jadi, setiap kali orang percaya keluar dari persekutuan, ia harus segera menyebutkan dosa-dosanya kepada Bapa di surga. Ini adalah tanggung jawabnya. Seorang percaya tidak saja bertanggung jawab untuk mengakui dosanya, tetapi ia juga bertanggung jawab atas tindakan dosanya. Untuk itu, ketika anda berdosa, jangan salahkan orang lain. Jangan pernah berkata, “dia yang membuat saya marah”. Ini adalah kegagalan untuk bertanggung jawab atas dosa-dosamu sendiri. Tidak ada orang yang dapat membuat anda marah. Anda yang mengambil keputusan untuk menjadi marah, atau khawatir, cemburu, gosip, berzinah. Itu adalah keputusan anda, bukan keputusan orang lain.

Homologeo adalah kata Yunani klasik yang digunakan di dalam pengadilan-pengadilan Athena pada abad ke 5 sebelum Masehi, dan secara hukum masih digunakan pada era Perjanjian Baru. Kata kerja ini digunakan oleh terdakwa yang menyatakan kejahatannya di dalam ruang persidangan. Ketika pelaku kejahatan dinyatakan bersalah, hakim akan meminta agar terdakwa tersebut mengakui kesalahannya dengan menyebutkan tindak kejahatannya. Dalam menyebutkan kesalahannya, terdakwa tersebut tidak diizinkan untuk memakai emosi. Ia tidak diizinkan untuk mengatakan kata penyesalan, maaf atau menangis. Hakim hanya meminta terdakwa untuk memperkatakan fakta mengenai kejahatannya dan setelah itu hakim akan menjatuhi hukuman yang sesuai undang-undang. Undang-undang, bukan emosi, yang merupakan kriteria di dalam Pengadilan Athena. Salib adalah proses peradilan di ruang persidangan. Allah Bapa adalah hakimnya. Yesus Kristus adalah pengganti umat manusia yang berdosa. Jadi, Kristus dijatuhi hukuman dan dihukum menggantikan semua dosa umat manusia oleh Allah Bapa. Selama persidangan hanya ada penghukuman, bukan pengampunan. Karena semua dosa sudah dihukum di atas kayu salib, Allah dapat mengampuni semua orang yang percaya pada Yesus Kristus. Kolose 1:14 berkata, “di dalam Dia [Yesus Kristus] kita memiliki penebusan kita [dakwaan primer dari objek], yaitu pengampunan [dakwaan sekunder dari hasil] dosa”. Pengampunan adalah hasil dari salib. Keadilan Allah telah menghukum kemanusiaan Kristus; kebenaranNya dipenuhi; kasih karunia-Nya sekarang memberikan 1 Yohanes 1:9 sebagai solusi untuk pemulihan persekutuan. Kata kunci pada kalimat pertama dari pemulihan adalah homologeo. Kata homologeo ini tidak 1% pun mengandung unsur emosi. Tidak ada air mata, penyesalan, permohonan, janji untuk melakukan hal yang lebih baik, dan tidak ada ritual. Hanya dengan mengakui kesalahan anda dan menyebutkan dosa-dosa anda kepada Allah Bapa.

Apa yang anda rasakan tentang dosa pada saat anda mengakuinya sungguh tidak berkaitan satu sama lain. Hanya dengan mengikuti prosedur dan menyebutkan dosa-dosa anda; jangan mencoba untuk mempengaruhi hati Allah dengan menggunakan emosimu. Sekarang, memang benar kadang-kadang ketika anda berdosa, anda akan mengalami  penyesalan yang akan mendorong anda untuk menyebutkan dosa-dosa kepada Bapa. Itu tidak apa-apa, namun tidak perlu. Orang Kristen yang jujur mengakui kepada dirinya bahwa dahulu ia pernah ingin melakukan dosa itu dan sebutkan dosa itu tanpa harus beremosi di dalam penyesalan. Hasrat untuk kembali masuk ke dalam persekutuan itu adalah dorongan yang cukup; tidak perlu beremosi. Kata “Jika kita menyebut dosa-dosa kita” mengacu pada dosa-dosa yang diketahui. Sekarang, marilah sadar bahwa beberapa dosa itu hampir tidak kentara. Jadi, dalam beberapa kasus anda mungkin tidak sadar kalau sudah melakukan dosa. Tentu saja, kalau anda tidak tahu bahwa sesuatu itu adalah dosa, anda tidak akan menyebutkannya. Contohnya bila anda tidak sadar bahwa khawatir itu adalah dosa, maka anda tidak akan sadar akan tanggung jawab anda untuk mengatakannya kepada Bapa. Jadi kata “dosa-dosa” mengacu  kepada dosa-dosa yang diketahui, bukan dosa-dosa yang tidak diketahui. Dosa-dosa yang diketahui ini harus disebutkan atau disampaikan kepada pribadi yang tepat di dalam Tritunggal. Semua doa dan pengakuan dosa di dalam Era Gereja ditujukan kepada Allah Bapa (Markus 11:25, 26; Lukas 11:2). Untuk itu, kata subjek “Ia” mengacu kepada Bapa. Allah Bapa itu kekal, dan juga selalu setia. Jadi, setiap kali anda menyebut dosa-dosa anda kepada Ia, Ia memaafkan anda dan memulihkan anda kembali kepada persekutuan. Ia tidak pernah bosan dengan pengakuan anda atau menjadi jengkel dengan kejatuhan-kejatuhan anda. Ia selalu mengampuni. Ia tidak saja setia, tetapi juga benar secara sempurna.

Allah tidak bisa mengampuni kita di dalam kasih karunia sebelum kebenaranNya dipenuhi secara sempurna. Ini membawa kita kembali kepada salib, adegan dari perkara ruang peradilan yang terbesar di sepanjang masa. Allah Bapa adalah hakim. Sebagai hakim yang benar, Ia menuntut korban yang sempurna untuk dihukum oleh karena semua dosa dunia. Satu-satunya korban yang sempurna adalah Tuhan Yesus Kristus. Jadi, keadilan Allah telah menghukum kemanusiaan dari Yesus Kristus (Dia menanggung dosa-dosa pada tubuh-Nya) untuk setiap dosa dari seluruh umat manusia yang ada di sepanjang masa. Ketika itu [ penghukuman dosa-dosa kita pada Kristus] selesai, kebenaran Allah Bapa sepenuhnya dipenuhi. Lebih dari itu, semua korban harus disampaikan oleh seorang imam. Hal ini tidak menjadi masalah karena Yesus Kristus adalah Imam besar. Sebagai seorang Imam besar, Ia dapat menyerahkan diri-Nya sebagai suatu korban. Karena Bapa sepenuhnya puas dengan pekerjaan dari Imam Besar kita, Yesus Kristus, jangan pernah untuk menambahkan pekerjaan manusia apa pun untuk menerima pengampunan dari Allah. Hanya sebutkan dosa-dosa anda. Jangan bersikukuh dengan diri anda sendiri. Lakukanlah lewat salib Kristus dengan menyebutkan dosa-dosa anda. Ketika orang Kristen menyebutkan dosa-dosanya tetapi juga menambah-nambahi pekerjaan manusia yaitu air mata, janji-janji, penyesalan, permintaan, liturgi, dll, pengakuannya menjadi tidak berkenan bagi Allah. Allah tidak bisa menerima pekerjaan apapun yang hendak menandingi pekerjaan sempurna dari Tuhan kita Yesus Kristus di atas kayu salib.

1 Yohanes 1:9  “Jika kita menyebut dosa-dosa kita [dosa-dosa yang diketahui], maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa [yang diketahui] kita dan menyucikan kita dari segala ketidakbenaran  [dosa-dosa yang tidak diketahui, mendukakan dan memadamkan Roh Kudus, aktivisme Kristen, dll.].”

Kata Yunani ινα (hina) dengan bentuk pengandaian membentuk klausul akibat dan harus diterjemahkan sebagai “dengan hasil yang”. Karena kebenaran Bapa sepenuhnya dipenuhi oleh salib, maka Ia bebas untuk mengampuni kita dari dosa-dosa kita yang diketahui dan menguduskan kita dari segala kesalahan (dosa-dosa yang tidak diketahui dan kesalahan lainnya). Kata Yunani αϕιηµι (aphiemi) memiliki arti mengampuni. Bapa mengampuni kita dari dosa-dosa yang kita ketahui pada saat kita menyebutnya, namun bagaimana dengan dosa-dosa yang tidak diketahui dan kesalahan kita? Kata Yunani καθαριζω  (katharizo) memiliki arti “membersihkan” atau “menguduskan”. Karena kita berbicara mengenai jiwa, maka harus diterjemahkan menjadi “menguduskan”. Allah tidak hanya mengampuni kita dari dosa-dosa yang diketahui, namun Ia menguduskan kita dari segala dosa dan kesalahan yang tidak diketahui kita dan memulihkan kita kembali kepada persekutuan. Sering kali ketika kita berdosa dan keluar dari persekutuan, Allah melakukan pendisiplinan. Kita tidak dihukum oleh karena dosa itu sendiri karena Yesus Kristus sudah membayar harga untuk setiap dosa. Kita dihukum oleh karena kasih Allah supaya kita belajar untuk menaati dan menghormati Dia dan mengerjakan rencana-Nya (Ibrani 12:6).  Pengampunan dan pengudusan tidak berarti bahwa kesulitan ini akan berhenti. Apapun hukuman yang diterima terkait dengan dosa dan keluar dari persekutuan akan menjadi kesulitan untuk berkat dan pertumbuhan rohani ketika kita kembali pada persekutuan.

Kesimpulannya, kesempatan untuk menyebut dosa seseorang kepada Allah Bapa dan kembali kepada persekutuan adalah hadiah oleh karena kasih karunia. Hadiah ini tidak ditujukan untuk mendorong kita melakukan dosa, namun untuk memberikan kesempatan kepada orang percaya untuk terus berada di dalam kehidupan rohani dan menyelesaikan tujuan dari kehidupan rohani – untuk bertumbuh di dalam kasih karunia dan pengetahuan supaya orang percaya pada suatu hari nanti akan datang untuk mengasihi Allah Tritunggal.

Bab Dua

 

Sebuah Pesan Untuk Orang Kristen Muda

 

Allah itu sabar terhadap kita, untuk itu kita juga harus sabar terhadap diri kita sendiri. Kadang-kadang Kristen bayi atau Kristen muda mengharapkan sesuatu yang terlalu besar bagi dirinya. (Kristen bayi adalah orang Kristen yang tidak banyak tahu mengenai rencana Allah. Banyak orang Kristen sudah menjadi orang percaya selama 30 tahun, tetapi mereka masih menjadi bayi karena mereka belum pernah diajarkan mengenai rencana Allah secara benar). Kadang-kadang ketika Kristen bayi belajar sebuah kebenaran baru, mereka berasumsi bahwa mereka sudah bisa menerapkannya secara mudah dan cepat. Ketika saya mendemonstrasikan cara berjalan kepada bayi yang berumur 6 bulan, apakah bayi itu bisa langsung berjalan? Tentu dia tidak bisa melakukannya dengan sangat baik karena masih terlalu muda.

Hal yang sama juga nyata bagi orang percaya. Semua orang Kristen muda bergumul dengan dosa-dosa emosi. Beberapa orang Kristen memiliki masalah dengan rasa marah, yang lain dengan masalah kecemburuan, yang lain dengan kekhawatiran dan ketakutan, dan berbagai dosa-dosa mental lainnya. Apa yang dapat dilakukan oleh orang percaya muda terhadap masalah tersebut? Setiap kali ia melakukan salah satu dari dosa-dosa itu, ia harus menyebutkannya kepada Bapa. Ketika ia melakukan itu, ia akan diampuni dan dipulihkan kembali kepada persekutuan. Setelah ia diampuni dan kembali kepada persekutuan, ia lalu harus berusaha mengingat kembali janji-janji dan kebenaran-kebenaran terkait yang akan membantu untuk menguatkannya untuk dapat terus tinggal di dalam persekutuan sepanjang mungkin. Sayangnya, iman orang Kristen yang masih sangat muda itu juga sangat lemah, sehingga ia dapat secara mudah keluar dari persekutuan. Ini dapat membuat orang percaya bayi atau muda untuk merasa sangat frustrasi. Namun, orang percaya muda harus belajar untuk sabar dengan dirinya dan jangan pernah menyerah. Allah tidak menghukum orang percaya bayi atau muda sebagaimana Ia menghukum orang percaya dewasa ketika melakukan dosa yang sama. Semakin kita bertumbuh di dalam kehidupan rohani, maka semakin besar juga tanggung jawab kita. Jadi, Allah tidak berharap terlalu besar dari orang percaya bayi atau muda. Tetapi, ada dua hal yang Ia harapkan dari para orang percaya muda. Pertama, ketika anda melakukan dosa, anda harus segera menyebutkannya kepada Bapa, meskipun anda harus menyebutkan dosa-dosa anda itu setiap menit. Kedua, anda harus belajar akan Firman Allah setiap hari ketika berada di dalam persekutuan.

Bila anda setiap hari belajar akan Firman Allah, maka akhirnya anda akan mengembangkan kekuatan setelah terus-menerus belajar dan menerapkan doktrin, meskipun secara alami ini butuh waktu. Allah tahu bahwa anda adalah seorang Kristen bayi atau muda, sehingga Ia akan memberikan anda banyak waktu untuk bertumbuh. Allah itu sabar terhadap anda, jadi anda juga harus sabar terhadap diri anda sendiri. Seorang percaya bayi atau muda harus  mengembangkan motivasi yang benar sejak dini. Jika anda adalah seorang pelajar, giatlah belajar untuk menyenangkan Tuhan. Anda tidak perlu khawatir mengenai apa yang guru pikirkan soal anda. Itu tidak penting. Lakukan saja yang terbaik di dalam studi anda untuk menyenangkan Tuhan. Apabila anda belajar untuk menyenangkan Tuhan dan mendapat “C”, itu tidak apa-apa. Guru dan pelajar lain mungkin memandang anda rendah, tetapi  Tuhan tidak memandang seperti itu karena Ia tahu motivasi anda. Jika anda bekerja di sebuah perusahaan, bekerja keraslah semaksimal mungkin untuk menyenangkan Tuhan dan taati semua perintah yang benar. Bila anda melakukan itu, Tuhan akan berkenan atas anda. Apabila pimpinan anda masih tidak senang dengan pekerjaan anda, janganlah khawatir. Yang penting senangkan hati Tuhan. Berapa orang anak bayi yang anda lihat sedang bekerja? Anak bayi tidak bekerja; ia hanya minum susu dan mengotori popoknya. Jadi mengapa orang-orang Kristen bayi selalu ingin untuk ikut di dalam pelayanan Kristen? Mungkin karena banyak gembala tidak memahami konteks dari perintah Yesus kepada para rasul yang dicatat di dalam Matius 28: 19-20. Kita harus selalu ingat bahwa perintah untuk “pergi jadikanlah semua bangsa murid” dan “ajar mereka untuk taat [pada perintah-perintah Tuhan]” itu bukan diberikan kepada orang percaya baru, tetapi untuk kesebelas rasul yang masih tinggal yang sudah selama 3 tahun berada di bawah pengawasan Tuhan Yesus Kristus, menerima pelatihan pribadi yang intensif di dalam kehidupan rohani hingga waktunya Tuhan tahu bahwa mereka sudah siap untuk masuk ke dalam pelayanan.

Karena orang-orang Kristen bayi itu tidak peduli dan emosional, mereka hanya butuh untuk terus minum susu (belajar mengenai prinsip-prinsip dasar kehidupan Kristen) dan secara berkala mulai untuk makan makanan keras (doktrin Alkitab yang lebih dalam). Namun, seorang Kristen bayi atau muda jangan pernah dahulu ikut di dalam pelayanan Kristen karena ia belum memenuhi syarat. Orang Kristen harus bertumbuh dahulu, barulah bisa memenuhi syarat untuk beberapa pelayanan Kristen (2 Tim. 3:16, 17). Orang Kristen bayi selalu ingin melayani. Jangan lakukan itu, belajar dahulu dengan minum susu dari Firman Allah.

 

Orang-orang Kristen bayi dan muda biasanya ingin menyelesaikan semua masalah lewat doa. Doa adalah komunikasi dengan Allah.Jadi, ketika seorang percaya berkomunikasi dengan Allah, ia harus mengenal Allah dan rencana-Nya. Semakin dalam seseorang mengenal Allah, semakin baik doanya. Jika seorang Kristen kurang pengetahuan akan Allah, kurang pengetahuan akan kasih karunia Allah dan kurang pengetahuan akan berjalan di dalam iman, maka doanya akan menjadi tidak berguna. Doa adalah sarana untuk berkomunikasi dengan Allah. Ketika seorang Kristen memasukkan alat penyelesaian masalah ke dalam doanya, doanya akan memiliki kuasa dan arti. Contoh, jika seorang Kristen mengasihi Allah dan menaikkan doa yang akurat dengan iman, maka doanya itu menjadi penuh kuasa dan akan dijawab. Akan tetapi, jika seorang Kristen menaikkan doa tanpa iman, itu tidak akan dijawab. Ketika seorang Kristen berdoa dengan ketakutan, doanya tidak akan dijawab. Doa yang efektif harus memiliki motivasi yang tepat dan isi doa yang tepat.

Doa tanpa isi yang benar tidak menyelesaikan masalah. Berjalan dengan iman menyelesaikan masalah. Menerapkan  kasih karunia-pengampunan kepada orang lain menyelesaikan masalah. Hikmat dari mempelajari banyak kebenaran Firman Allah menyelesaikan masalah. Kasih kepada Allah menyelesaikan masalah, dll. Namun doa tanpa isi yang benar tidak menyelesaikan masalah. Contohnya, anda punya sebuah masalah; pimpinan anda tidak adil kepada anda. Apa yang akan anda lakukan? Apakah anda berdoa di dalam emosi dan air mata, “Ya Bapa, tolong, tolong, bantu aku karena pimpinanku tidak adil kepadaku?” Tidak, ini penggunaan doa yang tidak benar. Anda perlu tahu bahwa Tuhan Yesus itu adil kepada anda di setiap waktu. Karena Allah itu hanya bisa bersikap adil, ia akan menghukum pimpinan anda atas ketidakadilannya dan memberkati anda. “Serahkanlah segala kekawatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu” (1 Petrus 5:7). Sekarang, jika anda berdoa kepada Bapa, mengucap syukurlah kepada-Nya karena keadilan-Nya meskipun pimpinan anda tidak adil kepada anda, maka doa itu baik. Dalam hal ini anda tidak menggunakan doa untuk menyelesaikan masalah anda namun anda menunjukkan iman anda kepada Allah di dalam doa. Iman  yang diterapkan secara benar menyelesaikan masalah. Jadi, iman yang diekspresikan di dalam doa menyelesaikan masalah. Banyak orang Kristen bayi ingin berdoa sebelum belajar Firman Allah. Hal ini mustahil karena doa butuh berpikir, dan bayi tidak bisa berpikir. Bayi hanya mengekspresikan perasaannya dengan senyum dan tawa dan lebih banyak dengan tangisan. Jadi, setelah bayi lebih bertumbuh, ia harus diajarkan dengan kata-kata sehingga ia mulai untuk dapat berpikir dan lebih sedikit beremosi. Setelah ia mulai untuk sedikit lebih banyak berpikir, ia siap untuk menaikkan doa pertamanya, “Bapa, terima kasih untuk keselamatan-Mu dan karya Yesus Kristus di atas kayu salib.” Doa adalah komunikasi dengan Allah, jadi semakin banyak seseorang mengenal Allah dan rencana-Nya, semakin baik seseorang dapat berdoa. Banyak orang Kristen muda mencoba untuk berdoa ketika mereka berada di luar persekutuan dengan Allah. Ketika orang Kristen memiliki rasa takut, khawatir, marah, atau dosa lainnya yang belum pernah diakui, maka doanya tidak dijawab: “Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar” (Mazmur 66:18). Selalu sebelum berdoa, seorang Kristen harus pastikan bahwa ia berada di dalam persekutuan dengan mengakui dosa-dosanya kepada Bapa.

Kadang-kadang, orang-orang Kristen muda berpikir bahwa Iblis sedang menyerang mereka. Pada banyak kasus Iblis bahkan tidak perlu pusing untuk menyerang orang-orang percaya karena kebanyakan mereka menyerang dirinya sendiri lewat kodrat dosanya dan ketidak-pedulian terhadap rencana Allah. Juga perlu diingat bahwa Iblis adalah suatu ciptaan dan hanya bisa berada di satu tempat pada suatu waktu tertentu. Iblis adalah malaikat yang jatuh, yang paling penting dan sangat sibuk. Dia juga sangat pandai dan memiliki sebuah organisasi yang besar. Jadi, dia tidak langsung berurusan dengan orang-orang percaya pada umumnya. Apabila seseorang mungkin mengalami seperti Musa dan Daud, maka si iblis mungkin akan memberi waktu untuk menyerang seorang percaya secara pribadi. Kalau anda tidak sehebat Musa, maka kemungkinan besar si iblis tidak mengenal nama anda. Iblis menyerang semua orang percaya lewat sistim berpikir. Satu-satunya pertahanan untuk melawan cara berpikir iblis adalah dengan cara berpikir Allah. Jadi, satu-satunya jalan bagi seorang percaya untuk mempertahankan dirinya dari pikiran setan adalah dengan memiliki doktrin Alkitab di dalam jiwanya.


Bab Tiga

 

Sebuah Sistim Berpikir

(Artikel berikut ini diambil dari halaman 49 dan 50 buku ‘Tongues’ [R.B. Thieme Jr., Edisi Ke-2 dicetak 2000])

Kehidupan rohani dirancang oleh Allah sebagai suatu sistem doktrin pemikiran yang ditarik kembali dari mentalitas jiwa dan diterapkan pada berbagai keadaan di dalam kehidupan. Membangun dan memajukan kehidupan spiritual menuntut pikiran, bukan emosi. Emosi tidak dapat belajar, menganalisis, memecahkan masalah, atau menghasilkan pertumbuhan rohani. Namun banyak orang percaya lebih suka mengandalkan emosi daripada menginvestasikan waktu dan energi dalam berkonsentrasi. Sedangkan disiplin diri diperlukan untuk memikirkan sudut pandang Ilahi. Ketika emosi mendominasi pikiran, maka subyektivitas, irasionalitas, kesenangan terhadap diri sendiri, dan dosa mengendalikan hidup anda. Ketika mentalitas Anda diatur oleh pengetahuan dari doktrin Alkitab, Anda dapat berpikir secara objektif, tidak lagi dengan sombong memikirkan diri sendiri. Semakin besar cadangan doktrin tersimpan di dalam jiwa anda, semakin besar kesempatan untuk menerapkan doktrin di dalam kehidupan Anda. Firman Allah berulang kali menggarisbawahi prinsip ini: “Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri [di dalam jiwanya] demikianlah ia.” (Amsal 23:7a)

“Pikirkanlah [ϕρονεο, phroneo – terus berpikir secara obyektif] perkara yang di atas [pola pandang Ilahi], bukan yang di bumi.” (Kol. 3:2)

“Supaya kamu dibaharui [disegarkan] di dalam [oleh agen pribadi dari Roh Kudus] roh dan pikiranmu [melalui pemikiran anda].” (Efesus 4:23)

 

“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan [phroneo, pikiran obyektif] yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” (Filipi 2:5)

 

Apa yang membuat anda mampu untuk berpikir seperti Yesus Kristus? Pengetahuan doktrin yang disebut “pikiran” Kristus! (1 Kor. 2:16) Meskipun anda menanggapi doktrin dengan emosi yang kuat, perasaan-perasaan tersebut jangan pernah dianggap sebagai kerohanian atau pertumbuhan rohani. Ketika anda berusaha untuk menjalani kehidupan rohani yang dikendalikan oleh perasaan, anda sedang naik roller-coaster emosi yang naik dan turun yang merusak kestabilan dari doktrin. Apa yang dikatakan Allah, bukan apa yang anda rasakan, itulah satu-satunya kriteria untuk kehidupan rohani. Firman Allah harus lebih nyata kepada anda daripada segala emosi, masalah atau pengalaman. Hanya dengan mempelajari doktrin Alkitab dan memperbaharui pikiran anda, maka anda dapat mengenal Allah, menggunakan kuasa-Nya, bertumbuh di dalam kehidupan rohani, mencapai kedewasaan rohani dan memuliakan Dia.

Bab Empat

 

1 Korintus 13:1-3

 

Kehidupan Rohani: Pikiran yang Benar dan Motivasi yang Benar

 

Pikiran anda menentukan siapa anda. Apabila pikiran anda buruk, maka anda buruk. Apabila pikiran anda terhormat maka anda terhormat. Apabila pikiran anda terbatas, anda terbatas. Apabila pikiran anda berpusat pada diri anda, maka anda juga berpusat pada diri sendiri. Apabila anda tidak berpikir, anda bukan apa-apa. Apabila pikiran anda tidak seturut pikiran Ilahi, anda bukan orang percaya yang hebat. Apabila pikiran andan selalu sesuai dengan pikiran Allah, anda adalah orang percaya yang hebat. “Sebab seperti orang berpikir di dalam jiwanya; demikianlah ia” (Amsal 23:7a). Semua pikiran dan motivasi terjadi di dalam jiwa anda – dan pasti akan menentukan siapa diri anda yang sesungguhnya. Beberapa orang Kristen berpikir bahwa perbuatan yang benar akan menghasilkan pikiran yang benar. Banyak orang Kristen sangat bermoral, namun pikirannya jahat dan motivasinya salah. Karena tindakan bukan berada di dalam jiwa, tindakan tidak menghasilkan pikiran dan motivasi. Sekiranya tindakan menghasilkan pikiran dan motivasi, maka tindakan seharusnya menciptakan kosakata dan konsep-konsep, tetapi karena tindakan tidak menghasilkan kata-kata dan konsep-konsep maka tindakan tidak menghasilkan pemikiran dan motivasi. Sebaliknya, pikiran dan motivasi yang benar menghasilkan keputusan dan tindakan yang benar. Dengan lain kata, apabila seorang Kristen memiliki tindakan yang benar, tetapi pikiran dan motivasinya salah, maka ia tidak berfungsi dengan benar. Sebagaimana artikel ini akan tunjukkan, ia bukan apa-apa dan tidak mencapai sesuatu apapun. Satu-satunya motivasi Kristen yang benar adalah kasih kepada Allah. Apabila orang Kristen motivasinya karena persetujuan orang lain, keinginan untuk menerima berkat tepat waktu, keinginan untuk pahala di kekelan, atau karena takut akan didikan, maka ia tidak memiliki motivasi yang benar. Hanya kasih yang menjadi motivasi yang benar.

1 Korintus 13:1 “Sekalipun [εαν (e-an - “mari berasumsi bahwa”)] aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih [αγαπε / agape], aku sama dengan gong yang berkumandang dan cang yang gemerincing.”

Di dalam ayat satu sampai tiga, Paulus memberikan tiga situasi hipotesis. Imbuhan Yunani e-an dengan kalimat pengandaian bersama dengan ungkapan negatif “tetapi aku tidak mempunyai” membentuk situasi hipotesis. Karena bahasa malaikat tidak diketahui oleh manusia, dan karena tidak ada orang yang pernah atau tidak akan pernah memindahkan gunung dengan iman maka ini tidak mungkin dan dan tidak akan pernah terjadi. Sebaliknya, ini adalah rangkaian dari kalimat hipotesis dengan tambahan hiperbola untuk memberi efek dramatis.

Banyak orang Korintus yang percaya Tuhan diberikan karunia untuk berbahasa asing (lidah) oleh Roh Kudus untuk menginjili pedagang Yahudi asing yang datang ke pelabuhan-pelabuhan di kota Korintus. Akan tetapi, orang percaya lain di gereja yang tidak menerima karunia bahasa menjadi iri hati dan mengembangkan karunia semu dalam berbahasa demi berusaha untuk memuaskan arogansi mereka (ini akan dijelaskan pada bab empat belas). Karunia sensasional dalam berbahasa asing ini mengingatkan orang-orang Korintus akan latar belakang budaya mereka yang penuh dengan pemujaan berhala. Dalam pemujaan kepada Sybil dan Dionisius (Bacchus dalam Bahasa Romawi), terdapat banyak kegirangan, ucapan yang sia-sia dan aktivitas emosional lainnya seperti membunyikan simbal-simbal. Orang-orang Korintus mengasosiasikan karunia alkitabiah dalam berbahasa dengan pengalaman masa lalu mereka. Untuk alasan ini, mereka berasumsi bahwa karunia berbahasa itu membuat mereka hebat, dan banyak dari mereka bahkan mengembangkan karunia semu dalam mengucapkan berbagai bahasa. Akan tetapi, Paulus tidak saja menolak karunia rohani semu mereka dalam berbahasa, namun juga secara tegas menjelaskan bahwa karunia berbahasa asing itu tidak berguna kecuali bila orang tersebut telah memiliki kehidupan rohani yang bertumbuh. Sehingga, ia sedang berkata karunia rohani menjadi tidak berarti apa-apa apabila seorang percaya tidak memiliki kasih dan kebajikan.

Meskipun tidak pernah ada manusia yang berbicara dalam bahasa malaikat, Paulus tahu bahwa malaikat memiliki bahasa-bahasa. Tampaknya, bahasa-bahasa malaikat jauh lebih rumit dari bahasa-bahasa manusia, sehingga  apabila ada manusia yang dapat berbicara dalam suatu bahasa malaikat itu akan menandakan ia lebih hebat daripada manusia lainnya. Paulus menggunakan hiperbola ini untuk menekankan pentingnya kasih kebajikan. Mari berasumsi bahwa seorang misionaris bisa secara fasih berbicara dan menulis dalam Bahasa Korea, Thailand, Cina dan beberapa bahasa malaikat. Apakah itu akan membuat ia menjadi seorang misionaris yang hebat? Jawabannya adalah tidak. Apabila ia tidak memiliki kasih kebajikan, yakni kasih timbal balik kepada Allah dan kasih tanpa syarat kepada semua orang, ia adalah tong kosong atau bunyi dentingan simbal. Dia bukanlah siapa-siapa dan dia tidak mencapai apa-apa.

Pada zaman Yunani dan Romawi kuno, belum ada supermarket, sehingga pedagang keliling dengan gerobaknya akan bergerak ke jalan-jalan untuk menjual produk-produknya. Sebagaimana sebagian besar rumah memiliki dinding bagian luar yang mengelilingi mereka, pedagang tersebut harus memiliki sistim untuk memanggil para ibu rumah tangga supaya tahu keberadaannya. Satu cara untuk melakukan itu adalah dengan cara mengusap atau memukul dua buah kuningan sehingga menghasilkan suara yang nyaring. Tindakan yang menarik perhatian orang lain kepada dirinya ini merupakan analogi dari keegoisan orang percaya Tuhan yang memiliki karunia rohani tetapi tidak memiliki kasih kebajikan. Tanpa adanya kasih kebajikan, motivasi orang percaya  berhubungan dengan kesombongan, dan ia akan selalu berusaha untuk menarik perhatian orang lain kepada dirinya untuk memuliakan dirinya sendiri. Ini tidak sesuai dengan Yohanes 16:14 yang berkata bahwa Roh Kudus itu memuliakan Kristus. Kita harus menghubungkan prinsip ini dengan kehidupan rohani kita dengan menjaga kasih kebajikan sebagai motivasi dalam setiap hal yang kita lakukan. Di dalam segala aspek kehidupan, baik itu kaitannya dengan keluarga, pekerjaan, pendidikan, jalan-jalan, pelayanan Kristen atau kehidupan rohani, pikiran dan tindakan kita harus dimotivasi oleh kasih kebajikan dan menghasilkan hasrat untuk menyenangkan Tuhan.

Kasih kebajikan (agape) mencakup kasih timbal balik kepada Allah dan kasih tak bersyarat kepada semua orang. Kasih timbal balik kepada Allah adalah pikiran, bukan emosi. “Jikalau kamu mengasihi Aku [Yesus Kristus], kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” (Yohanes 14:15). Jadi, sebelum kita dapat berkata kita mengasihi Allah kita harus belajar semua perintah-Nya dan menaati-Nya. Belajar dan taat keduanya berhubungan dengan pikiran, bukan emosi. Kasih tak bersyarat kepada orang lain memiliki dua sisi. Pada satu sisi adalah bebas dari dosa emosional terhadap orang lain seperti kebencian, kepahitan, kecemburuan, antagonisme dan lain-lain, sementara pada satu sisi lainnya adalah suatu sikap mental yang positif terhadap mereka, sering kali diekspresikan keluar melalui tindakan kebaikan, pengampunan, dll.

 

Aku sama sekali tidak berguna!   

1 Korintus 13:2  "Sekalipun [situasi hipotesis dengan hiperbola] aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berarti apa-apa."

Beberapa hal ini benar untuk Paulus, namun tidak bagi orang lain. Akan tetapi itu bukan inti sarinya. Paulus sedang menggunakan dirinya sebagai sebuah ilustrasi di dalam kalimat hipotesis. Contohnya, Paulus memiliki karunia bernubuat seperti juga yang dimiliki Petrus dan Yohanes (Paulus bernubuat mengenai pengangkatan gereja (1 Kor. 15:51-54; 1 Tes. 4:15-17). Ia juga memiliki karunia pengetahuan akan rahasia, nubuatan dan informasi lain yang belum terungkap yang tercatat di dalam Perjanjian Baru.

Kata Yunani µυστηριον (musterion) adalah nama yang diberikan untuk pengajaran-pengajaran rahasia dari persaudaraan dan perkumpulan pelajar wanita Yunani. Doktrin-doktrin atau misteri-misteri ini hanya diketahui oleh anggota-anggota dari organisasi tersebut. Pada Zaman Gereja, ada persaudaraan rohani baru, yakni keluarga kerajaan Allah beserta pengajaran-pengajaran rahasianya. Karena beberapa pengajaran itu dianggap baru bagi orang Kristen di Era Gereja, Paulus memakai kata musterion untuk menjelaskan doktrin-doktrin kehidupan rohani ini. Keluarga kerajaan dari Tuhan kita adalah kelompok eksklusif dengan doktrin-doktrin yang unik. Kemanusiaan Yesus Kristus adalah yang pertama yang  dipenuhi oleh Roh Kudus yang kuasa-Nya telah Ia berikan kepada seluruh orang percaya di Era Gereja. Yesus Kristus telah mengangkat kita sebagai duta besar-Nya untuk secara pribadi mewakili Ia, dan kita telah dijadikan menjadi anggota dari imamat yang rajani-Nya lewat Baptisan Roh Kudus. Hal ini merupakan hak istimewa yang tertinggi, dengan status yang kemungkinan paling tinggi yang dapat Allah berikan kepada orang percaya. Bahkan orang percaya hebat di zaman perjanjian lama seperti Musa, Abraham dan Daud pun tidak mewakili Allah dengan status tinggi tersebut. Tubuh kita adalah bait yang menjadi tempat bersemayam dari Allah Bapa (Efesus 4:6), Allah Roh Kudus (1 Korintus 6:19) dan Tuhan Yesus Kristus (Kolose 1:27). Hal ini belum pernah terjadi sebelum Era Gereja dan tidak akan terjadi lagi setelah Era Gereja.

Tidak hanya ada karunia khusus untuk mengetahui rahasia doktrin, tetapi juga ada karunia Pengetahuan. Beberapa orang percaya diberikan semua pengetahuan yang ada di Perjanjian Baru. Anda harus ingat bahwa pada zaman gereja mula-mula belum ada Alkitab. Bagaimana orang-orang Kristen yang hidup pada zaman sejarah itu dapat belajar semua doktrin dan prinsip yang ditemukan di Perjanjian Baru? Karunia pengetahuan ini digunakan untuk memberikan orang-orang Kristen kehidupan rohani yang saat ini dapat kita pelajari dari Perjanjian Baru. Di ayat 3 dari pasal 13, Paulus juga berbicara secara hiperbola mengenai “iman yang dapat memindahkan gunung”. Di Era Gereja  sebelum adanya kanonisasi, sudah ada karunia roh sementara mengenai iman. Karunia rohani sementara ini harus dibedakan dari latihan istirahat iman, yaitu berjalan dengan iman. Karunia iman adalah karunia rohani sementara lain yang disediakan oleh Roh Kudus kepada orang-orang percaya di  zaman gereja mula-mula bersama-sama dengan karunia-karunia lainnya yang disebutkan di dalam 1 Korintus 12:28 dan ayat-ayat yang tertera dalam artikel ini. Karena dahulu belum ada Alkitab maka karunia-karunia roh ini diperlukan. Fungsi dari karunia-karunia adalah sebagai sebuah pengganti Alkitab. Buku terakhir di dalam Alkitab tidak ditulis sebelum tahun 96 setelah Masehi dan meskipun demikian masih perlu waktu beberapa tahun untuk digabungkan di dalam Alkitab. Pada saat itu, karunia-karunia ini difungsikan untuk pertumbuhan gereja. Meskipun karunia iman digunakan pada zaman gereja mula-mula, tidak pernah ada seorang pun yang memiliki iman untuk maksud memindahkan gunung dari satu tempat ke tempat lain. Tidak ada alasan rohani untuk melakukan itu. Ingatlah bahwa perikop ini berhubungan dengan kalimat-kalimat pengandaian hipotesis supaya Paulus dapat menyampaikan maksudnya.  Paulus sedang menunjukkan bahwa kehebatan di dalam kehidupan rohani itu berkaitan dengan kasih Allah, bukan mengenai karunia roh apa yang dimiliki atau apa yang dikerjakan oleh orang Kristen. Oleh karena semua karunia roh sementara pada zaman gereja mula-mula itu sangat spektakuler, Paulus membuat karunia iman menjadi lebih luar biasa lewat penggunaan hiperbola. Dengan cara ini, kalimat penutup Paulus bahkan menjadi lebih dramatis. Apabila anda memiliki semua karunia roh yang sensasional tersebut dan bahkan sekalipun anda dapat memindahkan gunung, tetapi bila anda tidak memiliki kasih kebajikan – maka anda sama sekali tidak berarti apa-apa.

 

Kesia-siaan Agamemnon


Ketika Paulus menulis “engkau tidak berguna” ia menggunakan ekspresi Yunani klasik ουθεν ειµι (outhen eimi). Di seluruh Alkitab, ekspresi ini hanya digunakan oleh Paulus dan Lukas, dan Paulus hanya memakai dua kali di perikop ini di 1 Korintus 13. Paulus sedang membawa pembaca untuk mengidentifikasikan skenario dari orang-orang percaya di Korintus kepada para pahlawan di tragedi Yunani.

Salah satu dari tragedi Yunani adalah mengenai seorang raja yang bernama Agamemnon yang berambisi dan mencari jati dirinya. Dia memiliki seorang istri tercinta bernama Clytemnestra, seorang anak perempuan yang cantik, Iphigenia dan seorang anak laki-laki yang masih muda. Meskipun hidupnya sangat diberkati, namun dia tidak merasa puas. Dia ingin menjadi seorang pahlawan yang hebat, karena pada saat itu merupakan era para pahlawan. Ketika terjadi perang antara Yunani Mycenaean dan Trojan, Agamemnon diberikan kuasa menjadi panglima Angkatan Laut dan Angkatan Darat pasukan Mycenaean – dan ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk menjadi pahlawan. Akan tetapi, ketika persiapan untuk perang sedang dilakukan, sebuah bencana terjadi yang dapat dengan mudah membuat Agamemnon untuk  kehilangan posisinya sebagai panglima dan kehilangan kesempatan untuk menjadi orang hebat. Pasukan Yunani Mycenaean sudah berkumpul dalam sebuah armada angkatan laut yang besar di pelabuhan Aulis, namun angin tidak berkenan atas mereka sehingga kapal-kapal tidak dapat berangkat dari Aulis menuju Troy. Pada saat itu agama kepercayaan Yunani berhubungan dengan penyerahan korban manusia dan kepercayaan pada roh-roh jahat, dimana aktivitas-aktivitasnya dipimpin oleh para pemuka agama di rumah ibadat. Setelah beberapa hari kapal-kapal hanya bisa berlabuh tanpa melakukan apa-apa di pelabuhan, para pemuka agama itu mendatangi Agamemnon untuk menjelaskan bahwa alasan dari tidak adanya angin disebabkan oleh adanya hewan yang dianggap sakral oleh dewi Artemis mati dibunuh oleh para tentara, dan oleh murka dewi dia telah meniadakan angin. Untuk menghilangkan amarah dewi, Agamemnon harus memberikan korban sembelihan yang khusus – yaitu hidup putrinya (Iphigenia mencintai ayahnya dan meminta untuk diizinkan untuk mengikuti ayahnya ke kapal).

Agamemnon seharusnya dapat menunjukkan kehebatan sejatinya dan menolak untuk membunuh putrinya demi kepentingan agama sesat ini, namun ia tidak melakukannya. Apabila saja dia menolak untuk melakukan itu, dia mungkin akan dipecat dari jabatan panglima angkatan perang dan impiannya untuk menjadi pahlawan yang hebat tidak pernah tercapai. Tetapi oleh karena nafsu Agamemnon untuk menjadi seorang pahlawan yang hebat itu lebih besar dari kasih akan putrinya, dia mengizinkan pemimpin agama untuk memotong leher anak perempuannya itu dan membakarnya sebagai korban sembelihan kepada Artemis. Para tentara mengira bahwa dia begitu hebat karena kerelaannya untuk berkorban tetapi istrinya, Slytemnestra, memiliki pikiran yang berbeda, dan menjadi sangat kepahitan ketika ia mendengar berita bahwa anak perempuannya dibunuh dengan kejam. Setelah perang berakhir, Agamemnon kembali sebagai pemenang dan disambut di Mycenae sebagai pahlawan. Di sana, istrinya juga sedang menantikan dia. Dia berpura-pura masih mencintai Agamemnon, namun di dalam hatinya penuh dengan kepahitan dan dendam. Ketika Agamemnon kembali ke rumahnya, Clytemnestra sudah menyiapkan air hangat bagi suaminya untuk mandi. Seketika Agamemnon masuk ke dalam bak mandinya, Clytemnestra melemparkan jala ke atas kepala Agamemnon dan dengan pertolongan kekasihnya, Aegisthus, mencincang kepala Agamemnon. Dalam nafsu kesombongan untuk menjadi terkenal, dia menjadi seorang yang tidak berguna – sia sia.


Kesia-siaan dari orang percaya yang memiliki motivasi yang salah.

 

Allah sudah  bermiliar-miliaran tahun mengasihi orang Kristen. Ia telah mendesain kehidupan rohani untuk orang Kristen supaya kita juga bisa mengasihi Dia dengan kasih yang timbal balik. Akan tetapi, apa yang dilakukan oleh sebagian besar orang Kristen? Mereka diganggu oleh berbagai hal yang menghambat mereka untuk bisa mengembangkan kasihnya kepada Allah. Gangguan-gangguan ini adalah kelemahan-kelemahan yang tragis bagi umat Kristen pada zaman ini – mereka yang seharusnya menjadi para pahlawan, tetapi justru menjadi orang-orang gagal. Apabila seorang percaya belajar Firman Tuhan secara konsisten, suatu hari ia akan mengembangkan sebuah kasih kepada Allah. Ia mungkin tidak menjadi orang terkenal atau dikenal hebat oleh orang lain, tetapi di dalam rencana Allah ia akan menjadi seorang yang hebat dan mulia oleh karena memiliki sikap yang benar dalam meresponi kasih Allah.


Akan tetapi, kebanyakan orang percaya menjadi seperti Agamemnon. Mereka ingin menjadi orang hebat. Mereka ingin kekayaan, promosi, pengakuan, kesuksesan dan cinta lebih daripada yang lain. Sehingga mereka tidak memakai waktu untuk belajar mengenai Allah serta rencana-Nya. Pada akhir hidupnya, mereka mungkin telah mencapai banyak hal – termasuk memenuhi semua hasrat dari kodrat dosa dan mementingkan diri sendiri – namun apabila mereka belum mencapai kasih timbal balik dengan Allah, mereka seperti Agamemnon, tidak berguna. Apabila anda memiliki semua karunia sementara yang sensasional yang pernah ada pada zaman gereja mula-mula, tetapi anda tidak memiliki kasih kebajikan, anda tidak berguna – tidak penting anda tidak memiliki pengaruh apa-apa. Orang yang tidak berguna akan selalu menjadi orang yang tidak berbahagia. Untuk itu, umat percaya di Era Gereja yang gagal untuk mengembangkan sebuah kasih kepada anggota-anggota dari Tritunggal menjadi orang yang tidak berguna dan tidak berbahagia. Anda mungkin adalah seorang yang sangat bermoral tinggi; anda mungkin adalah seorang gembala atau misionaris hebat; anda mungkin memberikan persembahan 30 persen dari uang anda kepada yayasan Kristen; anda mungkin berdoa dari pagi hingga malam, namun bila anda tidak mengasihi Allah, anda tidak berarti apa-apa.

13:3 “Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku [terjemahan harafiah dari kata Yunani psomizo], bahkan menyerahkan tubuhku [untuk martir] untuk dibakar [kauchesomai], tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku.”

 

Di 1 Korintus 13:1-2, Paulus berkata bahwa meskipun seseorang memiliki karunia-karunia roh yang sensasional, tetapi tidak memiliki kasih kebajikan, ia tidak berguna. Pada ayat ini Paulus mengatakan bahwa meskipun seseorang melakukan pemberian atau persembahan Kristen yang spektakuler tetapi jika itu tidak dimotivasi oleh penghargaan, hormat dan kekaguman akan Allah, ia tidak menerima apa-apa.

Memberikan semua yang anda miliki adalah pemberian yang spektakuler. Di dalam ilustrasi ini, ada orang Kristen yang memberikan segala kekayaannya sehingga dia menjadi miskin. Hal ini sungguh-sungguh dilakukan oleh Barnabas (Kis 4:36-37). Barnabas, yang berniat untuk mendampingi Paulus di dalam perjalanan misinya, adalah seorang tuan tanah yang kaya  dengan kehidupan rohani yang hebat dan percaya penuh kepada penyediaan Allah. Dia memutuskan untuk menjual segala hartanya dan memberikan itu semua kepada orang-orang Kristen yang mengalami penderitaan di Yerusalem. Akan tetapi, Ananias dan istrinya, Safira (Kis 5:1-10), cemburu dengan pujian/penghargaan yang diterima Barnabas setelah ia memberikan segala uangnya (Barnabas sendiri tidak peduli dengan pujian/penghargaan yang diberikan oleh orang lain. Dia hanya ingin menyenangkan hati Allah.) Oleh karena nafsu untuk menerima pujian/penghargaan itu, mereka berdusta mengenai pemberian mereka, dengan berkata kepada Petrus bahwa mereka telah memberikan semua yang diterimanya dari penjualan tanah dengan maksud untuk menolong orang miskin. Sekarang, pikirkanlah bahwa sesungguhnya tidak ada seorangpun yang meminta mereka untuk menjual tanah atau memerikan uang kepada orang miskin. Itu merupakan ide mereka sendiri. Karena Barnabas telah menjual segala hartanya dan memberikan semua yang diterimanya itu kepada orang miskin, mereka mengambil keputusan untuk juga melakukan hal yang sama supaya menerima pujian/penghargaan seperti yang diterima Barnabas. Akan tetapi, mereka tidak rela untuk menyumbangkan semua dari yang mereka terima sebagaimana yang dilakukan oleh Barnabas – dengan kata lain, mereka berdusta mengenai pemberiannya demi menerima pujian/penghargaan maksimal.

Ananias dan Safira bukanlah orang-orang Kristen yang hebat dan mereka segera jatuh oleh karena keserakahan dan dusta mengenai pemberian kepada orang miskin. Mereka telah menghidupi kehidupan rohaninya di luar persekutuan, masih tinggal di bawah kuasa pikiran Iblis: “Tetapi Petrus berkata: ‘Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis’ “ (Kis 5:3a). Butuh waktu yang lama bagi Iblis untuk mengisi pikiran dan kesadaran orang percaya dengan pikiran-pikiran dan nilai-nilainya.

Kehidupan rohani adalah sebuah sistim pemikiran, tetapi Iblis juga memiliki kehidupan rohani palsu yang berkaitan dengan pikiran. Bila orang Kristen secara terus menerus berada di luar persekutuan, ia akan belajar akan sistim ini. Dan inilah yang sesungguhnya terjadi pada Ananias dan Safira. Kebohongan ini bukan semata-mata merupakan tindakan terpisah, namun adalah akibat karena mereka sudah keluar dari persekutuan di sepanjang hidupnya. Banyak orang Kristen menjadi serupa dengan Ananias dan Safira. Mereka banyak berkecimpung dalam pemberian-pemberian yang dermawan, namun motivasinya salah karena mereka tidak memiliki hubungan yang benar dengan Tuhan. Mereka berpikir bahwa mereka sedang menyelesaikan banyak perkara untuk Tuhan, tetapi sesungguhnya  mereka tidak mencapai apa-apa. Suatu hari  mereka juga akan mati tanpa menerima kemuliaan.

Ada beberapa perbedaan terjemahan mengenai ayat ini tergantung dari naskah apa yang digunakan. Beberapa naskah menggunakan kata Yunani καυθησµαι (kauthesomai) sementara 3 Naskah Uncial yang paling dapat dipercaya (ditulis pada perkamen), Vaticanus dan Sinaiticus ditulis pada abad ke-4, dan Alexandrius ditulis pada abad ke-5 semuanya menggunakan kata καυχησµαι (kauchesomai) (bermegah, memuliakan). Selain itu, salah satu dari papirus paling penting, P36 (Papirus Chester Beatty yang ditulis pada abad ke-3) menggunakan kata καυχησµαι (kauchesomai) (bermegah, memuliakan). Tidak ada satu pun Naskah Uncial atau papirus terpercaya yang menggunakan kata kauthesomai (terbakar). Lebih dari itu,  kauthesomai adalah bentuk kata pengandaian masa depan, meskipun bentuk tata bahasa ini tidak ditemukan di dalam Era Alkitab, namun hanya ditemukan di era Bizantium (abad ke 4-15). Di dalam buku Bruce M. Metzger Sebuah Tafsiran Tekstual pada Perjanjian Baru Bahasa Yunani, penulis menulis demikian: “Pembacaan kauthesomai (= bentuk pengandaian masa depan!), meskipun muncul beberapa kali di era Bizantium, adalah tata bahasa yang buruk yang tidak bisa dikaitkan dengan Paulus (Blass- Debrunner-Funk, para. 28; Moulton-Howard, hal. 219).” Penulis di zaman Bizantium dengan sengaja mengubah kata ini. Sesungguhnya, yang harus ia lakukan adalah mengubah satu huruf. Sekarang pertanyaan yang masih ada: mengapa ia lakukan itu? Penjelasan yang paling memungkinkan adalah bahwa penulis yang bertanggung jawab akan hal itu sangat kagum dengan pengorbanan martir orang Kristen dan tidak setuju dengan pernyataan negatif Paulus  mengenai martir. Di dalam kondisi tertentu, Allah mengizinkan  beberapa orang percaya hebat untuk mati martir supaya Ia dimuliakan. Ketika orang percaya dewasa mati martir, mereka dimotivasi oleh kasih yang tidak bersyarat kepada sesama (termasuk mereka yang membunuh mereka) dan kasih pribadinya kepada Allah.

Di dalam artikel ini, Paulus sedang berkata bahwa motivasi untuk martir dalam beberapa kasus adalah untuk memuliakan diri sendiri. Paulus tidak percaya motivasi dari banyak orang percaya untuk mati martir di masa gereja mula-mula – ia mengingatkan jemaat di Korintus bahwa apabila seseorang memberikan tubuhnya untuk martir, tetapi tidak memiliki kasih kebajikan, ia tidak mencapai apa-apa. Paulus mengangkat perkara ini karena beberapa orang percaya di Korintus sudah dengan sengaja memartirkan diri mereka. Arti pokok dari kata kauchesomai adalah “bermegah” atau “mengambil kebanggaan atas dirinya sendiri”. Di dalam konteks ini, Paulus sedang mengacu kepada orang Kristen yang bermegah karena kehidupan martir mereka.  Orang-orang ini adalah orang Kristen yang seluruhnya gagal di dalam kehidupan rohaninya. Setelah menghidupi kehidupan rohani yang gagal, mereka berpikir  bahwa martir akan secara otomatis membuat mereka menjadi orang percaya yang hebat  dengan  upah kekekalan – sehingga menyiratkan bahwa ada pahala di dalam melakukan tindakan martir itu sendiri.  Apabila terdapat pahala di dalam martir, jadi orang yang melakukan martir punya hak untuk bermegah. Lebih dari pada itu, apabila ada pahala, maka martir akan memuliakan Allah. Akan tetapi, itu tidak benar. Pahala terdapat pada penerapan doktrin yang ada ketika seorang percaya melakukan martir, bukan pada fungsi dari menjadi seorang martir.

Bentuk yang paling rumit dari bahasa Yunani adalah Bahasa Yunani Klasik pada abad 5 dan 4 sebelum Masehi.  Ini adalah bahasa yang digunakan orang Yunani Athena  dan filsuf-filsuf hebat seperti Sokrates dan Plato. Akan tetapi, ketika Alkitab ditulis, bahasa Yunani Koine (Yunani umum), dengan bentuk tata bahasa Yunani yang lebih tidak rumit, adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat. Namun, beberapa penulis Alkitab menggunakan bahasa Yunani Klasik (contoh Lukas dan penulis Kitab Ibrani) dan penulis-penulis lain  menggunakan campuran bahasa Yunani Koine dan Klasik. Khususnya Paulus ia adalah seorang yang ahli menggabungkan dua bahasa ini, sehingga kita tidak terkejut bila Paulus menggunakan dua bahasa Yunani ini di dalam perikop ini.

Kata Yunani Klasik untuk tidak berguna adalah ουθεν (outhen) sementara kata Yunani Koine untuk tidak berguna adalah ουδεν (ouden). Meskipun keduanya memiliki arti yang sama persis, namun masing-masing dapat dipakai untuk menyampaikan hal yang berbeda tipis. Pada perikop ini, Paulus awalnya menggunakan bentuk bahasa Klasik lalu beralih ke bahasa Koine yang lebih sederhana. Dengan cara ini, ia dapat menyampaikan sebuah cerita yang menarik hanya dengan dua kata. Di ayat dua dari pasal ini, Paulus mengidentifikasi orang Kristen dengan periode Klasik dengan menggunakan kata outhen. Hal ini diperlukan untuk menjelaskan orang percaya sebagai  orang yang berpotensi menjadi pahlawan atau gagal secara tragis di dalam kehidupan rohani.

Agamemnon adalah orang yang tidak berguna (outhen) karena kesombongannya di dalam nafsu untuk menjadi terkenal; dia tidak menerima apa-apa, dia mati konyol. Orang Kristen yang gagal untuk menjalankan kehidupan rohani adalah orang yang tidak berguna dan tidak menerima apa-apa (ouden), ia mati di bawah hukuman maksimal (Fil. 3:19, 1 Yoh 5:16). Dengan beralih ke ouden yang memiliki makna yang lebih rendah, kita paham bahwa kegagalan orang Kristen untuk memuliakan Allah dengan motivasi yang benar itu sungguh-sungguh lebih tragis daripada kegagalan Agamemnon.

 

Bab Lima

 

Latihan Istirahat Iman

 

(Hidup dengan iman, sebuah latihan yang

menghasilkan ketenangan di dalam jiwa)

 

Berjalan dengan iman adalah sebuah latihan yang harus dilakukan. Latihan untuk menerapkan Firman Allah pada saat kesulitan dan tekanan ini menghasilkan ketenangan di dalam jiwa. Ketika orang percaya yakin dengan iman, ia menerapkan janji-janji, prinsip-prinsip dan doktrin-doktrin Alkitabiah dengan iman di dalam pengalamannya. Hidup dengan iman adalah mempercayai pikiran Allah, bukan pikiran palsu dirinya. Contohnya, Allah adalah adil dan sempurna dan Dia hanya bisa bertindak adil kepada semua ciptaan-Nya di setiap waktu. Allah itu sangat adil kepada anda di setiap detik dari setiap hari kita. Untuk itu, merupakan pikiran yang salah kalau anda berpikir: ‘manusia dan hidup ini tidak adil terhadap saya’. Apakah anda tidak sadari bahwa ketika ada seseorang yang berlaku tidak adil kepada anda, Allah dapat mendisiplinkan orang itu dan menyediakan berkat ekstra kepada anda? Ketika orang percaya menerapkan firman Allah di dalam masalah-masalah dan tekanan-tekanannya, ia akan memiliki ketenangan di dalam jiwanya. Ketenangan memiliki dua arti: yakin sepenuhnya kepada Allah, dan bebas dari gejolak jiwa yang disebabkan oleh dosa-dosa emosional. Ketika orang percaya dikuasai oleh dosa-dosa mental seperti ketakutan, kekhawatiran, kemarahan, kebencian, kecemburuan, kepahitan, mengasihani diri sendiri, dll., ia akan mengalami stres di dalam jiwanya. Contohnya, ketika ia khawatir akan masalah keluarganya, maka stres akan terjadi. Hal ini dapat diilustrasikan lewat rumus sederhana berikut ini:

 

Masalah + Dosa Mental = Stres di dalam Jiwa

 

Stres menghasilkan gejolak di dalam jiwa, sementara menerapkan doktrin Alkitab  dengan iman menghasilkan ketenangan yang  luar biasa di dalam jiwa:

 

Masalah + Penerapan Doktrin Alkitab dengan Iman = Ketenangan di dalam Jiwa

 

Menerapkan janji-janji, prinsip-prinsip dan doktrin Alkitabiah dengan iman selalu menjadi bagian dari kehidupan rohani orang percaya. Abraham menerima janji dari Allah bahwa ia akan memiliki keturunan yang hebat lewat istrinya Sarah, dimana Allah pastinya tidak mendorong Abraham untuk menghasilkan keturunan lewat perzinahan (Kejadian 12:2; 13:16). Pada awalnya Abraham tidak memiliki kekuatan rohani untuk percaya akan janji ini dan di dalam kelemahannya dia berasumsi bahwa keturunannya akan datang lewat Eliezer (Kej 15:2, 3). Bahkan ketika Abraham berumur 86 tahun, ia masih tidak percaya bahwa Allah dapat memberikan ia seorang anak lewat istrinya, Sarah (Kej 16:1-3, 16).

Janji itu awalnya diberikan kepada Abraham ketika ia masih tinggal di kampung halamannya, dinasti ke-3 dari Ur (Ur Kasdim). Pada saat itu ia berumur di bawah 75 tahun, setelah tinggal beberapa tahun di Haran ia berangkat keluar dari sana ketika berumur 75 tahun (Kej. 12:4). Abraham harus memakai waktu lebih dari 24 tahun untuk mengakumulasikan doktrin Alkitab di dalam jiwanya sehingga dapat mengembangkan sebuah iman yang cukup kuat untuk percaya bahwa ia akan memiliki seorang anak yang lahir dari Sarah.

 

“Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya [secara seksual] sudah sangat  lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup [sudah lewat masa menopause]. Tetapi terhadap janji Allah ia [Abraham] tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan [seorang anak dari Sarah]. (Rom 4: 19-21)

 

Anda melihat, ketika Abraham belajar lebih dan lebih lagi mengenai Allah, keyakinannya di dalam Allah menjadi bertambah. Roma 10:17 berkata, “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” Orang percaya mendengarkan Firman Allah setiap hari, dan iman yang kecil itu sedang bertumbuh, dan ia melanjutkan untuk melakukan ini sepanjang hidupnya. Lewat cara ini imannya akan menjadi semakin kuat. Pertumbuhan iman secara bertahap ini diilustrasikan dengan kata iman di dalam bahasa Ibrani, gawah. Ini adalah kata yang digunakan untuk menjelaskan proses ikatan yang menghasilkan tali yang sangat kuat, dan digunakan untuk menggambarkan iman yang kuat  dari orang percaya yang dewasa yang menantikan Allah (Yes 40:31).

Untuk membuat tali yang kuat dan tidak terpatahkan, dimulai dari sehelai tali yang mudah putus bila berada di bawah tekanan. Akan tetapi, ketika tali tunggal ini dililit pada tali yang kedua dan dililit lagi dengan tali-tali berikutnya, maka sebuah ikatan tali yang kuat akan terbentuk. Prinsipnya adalah sebagai berikut: semakin banyak tali yang dililit bersama, semakin kuatlah ikatan tali itu. Proses untuk membuat ikatan tali yang kuat ini menggambarkan bagaimana iman dibangun lewat berbagai tahapan. Iman tahap pertama sangat lemah. Akan tetapi, ketika seorang percaya semakin banyak memutarkan tahapan imannya, ia akan semakin  memiliki iman yang kuat. Sebagai bayi-bayi rohani, iman kita seperti sehelai tali tipis yang sama sekali tidak memiliki kekuatan. Namun, ketika orang percaya belajar lebih banyak doktrin dan mengalami pengalaman dalam menerapkan imannya di situasi tertekan, ia akan mengembangkan sebuah iman yang kuat seperti ikatan tali tambang. Pada titik ini ia dapat berjalan dengan iman, bukan karena melihat (2 Kor 5:7).

Sebelum Era Gereja, kehidupan rohani dari orang percaya menekankan pada menjalani hidup dengan iman. Contohnya, orang-orang Yahudi pada generasi kitab Keluaran diajarkan untuk berjalan dengan iman ketika mereka masih berada di Mesir. Contohnya, mereka semua diajarkan mengenai janji yang Allah berikan kepada Abraham yaitu bahwa Allah akan memberikan orang-orang Yahudi menjadi sebuah negara, tanah yang berlimpah-limpah dengan “susu dan madu”. Jadi, ketika Yusuf meninggal, ia menolak untuk dikuburkan di Mesir, tetapi dirempahi dan ditempatkan di sebuah ruangan di atas tanah. Ia meminta orang-orang Yahudi bersumpah untuk membawa tulang-tulangnya keluar dari Mesir dan menguburkannya di tanah perjanjian. Jadi tulang-tulang Yusuf tidak dikubur, yang berarti keluarga-keluarga Yahudi yang hidup di Mesir akan berjalan melewati ruangan Yusuf, dan bapa dapat menceritakan cerita ini kepada anak-anaknya. Dengan jalan ini mereka belajar untuk percaya kepada Tuhan. Mereka diajarkan bahwa kehidupan rohani mereka adalah untuk percaya kepada janji-janji Allah sebagaimana Yusuf percaya kepada janji Allah. Jadi, orang-orang Yahudi memiliki kehidupan rohani sebelum mereka menyeberangi Laut Merah, sebelum mereka menerima Hukum Musa (Hukum Musa mengajarkan tentang salib, tentang pengakuan dosa dan banyak hal lagi yang berkaitan dengan pembentukan , tetapi tidak mengajarkan soal kehidupan rohani). Kehidupan rohani dari orang-orang percaya ini adalah menghidupi imannya di dalam janji-janji dan prinsip-prinsip Allah.

 

Ujian Iman

 

Ketika Allah memberikan sebuah kehidupan rohani kepada umat percaya, Ia akan selalu menguji kekuatan rohani umat percaya tersebut. Untuk itu, orang-orang Yahudi diuji mengenai kehidupan rohani mereka ketika mereka keluar dari Mesir. Ketika ada tiang api pada malam hari dan tiang awan pada siang hari, Allah Anak, satu-satunya pribadi yang nyata di dalam Tritunggal, dengan sengaja memimpin mereka ke sebuah perangkap. Ia memimpin mereka ke dalam kul-de-sak di Laut Merah. Di sana ada gunung-gunung di sebelah utara dan selatan dan laut itu ada di depan mereka. Seketika, di belakang segenap  rombongan orang-orang Yahudi, terlihat gumpalan debu yang besar. Firaun Amenhotep II sedang memimpin pasukan tentaranya yang paling hebat di dunia pada saat itu. Pasukan militer yang hebat ini sedang menyerang lebih dari  satu juta budak Yahudi yang tidak terlatih. Satu-satunya orang Yahudi yang memiliki pelatihan militer adalah Musa dan kemungkinan juga Yosua dan Kaleb. Ini adalah situasi tanpa harapan dari sudut pandang manusia. Akan tetapi, tidak ada yang mustahil bagi Allah (Lukas 1:37). Sesungguhnya ini adalah sebuah ujian iman karena Allah sudah berjanji kepada umat Yahudi bahwa mereka akan menyembah Dia di Gunung Horeb:

 

“Adapun Musa, ia biasa menggembalakan kambing domba Yitro, mertuanya, imam di Midian. Sekali, ketika ia menggiring kambing domba itu ke seberang padang gurun, sampailah ia ke gunung Allah, yakni gunung Horeb.” (Kel 3:1)

 

“Lalu firman-Nya: ”Bukankah Aku [Allah] akan menyertai engkau [Musa]? Inilah tanda bagimu, bahwa Aku yang mengutus engkau: apabila engkau telah membawa bangsa itu keluar dari Mesir, maka kamu akan beribadah kepada Allah di gunung ini [Gunung Horeb dan Gunung Sinai adalah sama].” (Kel 3:12)

 

Meskipun saat itu ada lebih dari satu juta orang Yahudi dewasa, hanya Musa yang memiliki kekuatan rohani untuk menerapkan janji ini di tengah situasi tanpa  harapan. Sementara orang Yahudi lainnya tenggelam di dalam ketakutan dan berteriak akan kematian, Musa berkata, ”Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari Tuhan. Tuhan akan berperang bagimu pada hari ini” (Kel 14:13). Umat Yahudi seharusnya lulus akan ujian ini, namun mereka tetap berkonsentrasi pada masalah – yaitu pasukan Mesir yang datang semakin dekat, daripada solusi – percaya akan janji-janji Allah. Pada awalnya, Musa juga fokus pada orang-orang Mesir yang datang mendekat untuk dapat memahami situasi yang terjadi. Tetapi ketika ia sadar bahwa situasi mereka adalah tidak ada harapan dalam hal militer, ia fokus pada solusi Ilahi, sebuah solusi yang berdasarkan pada keyakinannya pada Allah dan janji yang Allah telah berikan kepadanya. Sehingga, ia berjalan dengan iman dan tetap tenang di tengah situasi yang menegangkan.

Prinsip-Prinsip dari Ketakutan dan Stres 

 

“Ketika Firaun telah dekat, orang Israel menoleh, maka tampaklah orang Mesir bergerak menyusul mereka. Lalu sangat ketakutanlah orang Israel dan mereka berseru-seru kepada Tuhan.” (Kel 14:10)

 

Umat Yahudi menggunakan iman di dalam keselamatan; sekarang mereka butuh untuk menerapkan janji-janji Allah dengan iman di dalam situasi yang tertekan di Laut Merah. Ketika seorang tidak menggunakan iman untuk keselamatan, maka tidak ada pengharapan, demikian juga bila seseorang tidak menggunakan iman di dalam kehidupan rohani, maka tidak ada pengharapan. Kolose 2:6 berkata, “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kamu [sebuah metafora untuk percaya kepada Yesus Kristus sebagai juru selamatnya], karena itu hendaklah berjalan di dalam Dia [kehidupan rohani setelah keselamatan]”. Kita menggunakan iman untuk keselamatan, sekarang kita harus memakai iman untuk kehidupan rohani. Satu-satunya perbedaan adalah pada obyek iman. Di dalam keselamatan, obyek keselamatan adalah Tuhan Yesus Kristus. Di dalam kehidupan rohani, obyek imannya adalah pikiran dari  Yesus Kristus. Untuk orang-orang di zaman kitab  Keluaran, keamanan adalah lebih penting daripada menerapkan doktrin Alkitab. Akibat dari penekanan mereka pada keamanan pribadi, mereka menjadi terlibat di dalam dosa emosional akan ketakutan.

Ketakutan bukan hanya sebuah keadaan emosi yang tidak rasional, tetapi juga merupakan dosa yang merusak. Allah tidak menjawab doa ketika seorang percaya berada di luar persekutuan dan dikendalikan oleh kodrat dosanya (Maz 66:18). Umat Yahudi seharusnya tidak meminta dalam doanya “Tolong! Tolong!” Sebaliknya, mereka seharusnya berdoa kepada Bapa untuk bersyukur kepada-Nya atas kesempatan untuk melihat kuasa Tuhan dalam membebaskan mereka di Laut Merah. Akan tetapi, ketakutan merusak sudut pandang mereka terhadap situasi yang ada.

 

Prinsip-prinsip yang berkaitan dengan ketakutan:   

 

1. Meskipun belajar banyak tentang doktrin tetapi masih memungkinkan untuk gagal di dalam situasi tertekan yang terjadi seketika.

2. Bencana yang terjadi secara mendadak sering kali membawa orang percaya ke dalam situasi panik yang menyebabkannya gagal untuk menerapkan doktrin pada situasi tersebut.

3. Orang yang berani mampu untuk berpikir di bawah tekanan yang berat, sementara orang yang memiliki ketakutan tidak mampu untuk berpikir secara rasional di bawah tekanan berat. Perbedaannya ada pada kemampuan untuk berkonsentrasi di bawah tekanan. Sekarang, bila anda memiliki masalah untuk berkonsentrasi pada situasi normal, anda pastilah akan mengalami masalah untuk berkonsentrasi di situasi yang penuh dengan tekanan dan tidak normal.

4. Konsentrasi tidak hanya dibutuhkan untuk mempelajari doktrin Alkitab, tetapi lebih dibutuhkan untuk menerapkan doktrin Alkitab. Hal ini khususnya nyata ketika ada bencana terjadi di sejarah, karena di dalam bencana itu, seseorang mengalami dan harus menghadapi dua jenis tekanan, yaitu pribadi dan nasional.

5. Kesulitan dan tekanan berat dapat dengan mudah menyebabkan stres. Ketika seorang percaya mengalami stres, ia tidak mampu untuk berpikir secara obyektif.

Umat Yahudi menunjukkan prinsip-prinsip ketakutan di atas lewat pemberontakan mereka kepada Musa:

 

“Mereka berkata kepada Musa: ‘Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini?’ ” (Kel 14:11)

 

Sekarang ingatlah bahwa umat Yahudi ini tidak perlu keluar dari Mesir. Musa tidak memaksa mereka untuk keluar. Orang-orang sombong tidak pernah mau bertanggung jawab atas keputusan mereka. Lebih dari pada itu, Musa adalah satu-satunya utusan Allah. Itu bukan idenya Musa untuk membawa umat Yahudi keluar dari Mesir; itu adalah perintah Allah. Allah hendak membebaskan umat Yahudi dari perbudakan Mesir demi membuat mereka menjadi bangsa yang istimewa (bangsa klien) di dalam sejarah. Pecundang mati berkali-kali, tetapi pemberani hanya mati sekali. Di dalam ketakutan, emosi menguasai jiwa dari umat percaya ini, dan mereka menjadi tidak rasional. Di dalam keadaan tidak rasional, mereka memiliki pandangan  yang salah akan situasi mereka. Pandangan yang salah mereka adalah bahwa mereka sudah mati. Pandangan yang benar adalah bahwa Allah akan membebaskan mereka. “Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini.” (Kel 14:12)

Pada awalnya, ketika umat Yahudi mendengar bahwa Allah sedang akan membebaskan mereka dari perbudakan, mereka menyambut ide ini:

“dan ketika mereka mendengar, bahwa Tuhan telah mengindahkan orang Israel dan telah melihat kesengsaraan mereka, maka berlututlah mereka dan sujud menyembah.” (Kel 4:31)

 

Akan tetapi, ketika orang-orang Mesir mulai memberikan mereka kesulitan, mereka mengubah pandangan mereka mengenai berangkat keluar:

“Lalu mereka berkata, kiranya Tuhan memperhatikan perbuatanmu dan menghukumkan kamu [Musa dan Harun], karena kamu telah membusukkan nama kami kepada Firaun dan hamba-hambanya dan dengan demikian kamu telah memberikan pisau kepada mereka untuk membunuh kami.” (Kel 5:21)

 

Meskipun dengan jaminan dari Tuhan secara terus menerus, umat Israel menolak untuk merendahkan diri mereka kepada maksud dan tujuan Allah:

“ ‘Dan Aku akan membawa kamu ke negeri yang dengan sumpah telah Kujanjikan memberikannya kepada Abraham, Ishak dan Yakub, dan Aku akan memberikannya kepadamu untuk menjadi milikmu; Akulah Tuhan.’ Lalu Musa mengatakan demikian kepada orang Israel, tetapi mereka tidak mendengarkan Musa karena mereka putus asa dan karena perbudakan yang berat itu.” (Kel 6: 7,8) 

 

Prinsip-prinsip yang berkaitan dengan stres:

 

1. Kesulitan berada di luar tekanan hidup; stres berada di dalam tekanan jiwa.

2. Stres disebabkan oleh diri sendiri; kesulitan disebabkan oleh orang lain dan keadaan eksternal.

3. Kesulitan tidak bisa dihindari, stres adalah pilihan.

4. Stres merusak kehidupan rohani orang percaya. Jadi, orang percaya harus sesegera mungkin menyebut dosa yang menyerahkan stres itu kepada Allah Bapa.

5. Ada hubungan yang jelas antara stres dan pikiran, yakni stres menurunkan pikiran.

6. Stres membuat seseorang menjadi pelupa dan merusak daya ingat untuk menerima pengetahuan baru. Sehingga, stres merusak kemampuan untuk belajar.

7. Stres memberi dampak pada persepsi seseorang mengenai kenyataan. Di Laut Merah, umat Yahudi mengalami stres di dalam jiwanya dan berpikir bahwa mereka sudah mati.

8. Apabila seseorang tetap berada di dalam keadaan stres yang berkepanjangan, maka semua kemampuan kognitifnya akan dirusak, dan ia akan masuk ke dalam keadaan psikosis.

 

Orang-orang yang dikendalikan oleh emosi dan memiliki prioritas yang salah dengan mudah akan kalah terhadap ketakutan ketika mengalami tekanan. Apabila latihan istirahat  iman atau alat lain untuk mengatasi masalah tidak digunakan ketika kita menghadapi masalah atau tekanan sulit, orang percaya akan dengan mudah masuk ke dalam keadaan takut. Di dalam keadaan takut dan stres, ia tidak mampu mengatasi masalah-masalah secara rasional. Hanya orang Kristen yang kokoh dengan doktrin di dalam jiwanya yang mampu untuk menangani tekanan di dalam kehidupan dan memuliakan Allah.

 

Kuat dalam Iman, Lemah dalam Emosi 

 

Sekarang, setelah Allah membebaskan umat Yahudi, mereka dengan indah bernyanyi memuji Dia oleh karena kemerdekaannya, akan tetapi bernyanyi tidak berarti mereka sudah kuat secara rohani. Umat percaya ini tidak memuji dan bernyanyi karena mereka menghormati dan mengasihi Allah. Mereka mengekspresikan apresiasi mereka terhadap Allah yang telah membebaskan mereka. Apresiasi mereka itu hanya berdasarkan pada emosi kelegaan mereka yang baru dibebaskan, bukan pada apresiasi kepada Tuhan. Bagi umat Yahudi ini, yang menjadi prioritas utama di dalam hidup mereka adalah keamanan, bukan hubungan yang harmonis dengan Allah.

Memuji Allah dan bermazmur akan berarti ketika seseorang memiliki hubungan yang dekat dengan Allah berdasarkan pengetahuan. Akan tetapi, jika seorang percaya tidak peduli akan Allah dan rencana-Nya, hubungannya dengan Allah hanya sekedar berkaitan dengan emosi. Sebuah hubungan emosional tidak memiliki kekuatan! Seseorang dapat terhubung dengan himne secara kognitif atau secara emosional atau keduanya karena himne memiliki lirik dan melodi. Tujuan dari lirik adalah untuk memicu pikiran sementara tujuan dari melodi adalah untuk memicu kesenangan emosi seseorang. Jika orang percaya memahami dan menghargai lirik-lirik dari sebuah himne maka ia akan merasakan manfaat dari nyanyiannya dan pada waktu yang sama menikmati melodinya. Akan tetapi, jika orang percaya tidak memahami dan menghargai lirik-lirik dari sebuah himne dengan baik, nyanyiannya tidak memiliki nilai rohani dan hanya sekedar menjadi kegiatan emosional yang tidak berguna yang hanya berkaitan dengan melodi.

 

“Tuhan itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku. Ia Allahku, kupuji Dia, Ia Allah bapaku, kuluhurkan Dia.” (Kel 15: 2)

 

“Pada waktu itu gemparlah para kepala kaum di Edom, kedahsyatan menghinggapi orang-orang berkuasa di Moab; semua penduduk tanah Kanaan gemetar.” (Kel 15:15)

 

Tiga hari setelah umat Yahudi bernyanyi ‘Tuhanlah kekuatanku’, mereka segera menunjukkan bahwa mereka sama sekali tidak memiliki kekuatan rohani karena mereka mulai langsung bersungut-sungut di dalam tekanan dari ujian yang mudah. Lalu setahun setelah mereka bernyanyi mengenai betapa  yakinnya mereka di dalam peperangan dan betapa gemparnya kaum Edom, kaum Moab dan penduduk Kanaan terhadap mereka, umat Yahudi menolak untuk masuk ke tanah perjanjian dan menangis semalam-malaman di dalam ketakutan mereka terhadap orang-orang Kanaan! Jadi, kaum Edom, Moab dan penduduk Kanaan tidak perlu khawatir terhadap generasi orang Yahudi ini karena mereka terlalu takut untuk maju dan masuk ke tanah perjanjian (Bil 14:1-11).

Anda lihat di sini, seorang percaya bisa bernyanyi dan memuji Allah sampai capai bahkan pingsan, tetapi semua ini menjadi tidak berarti kecuali jika mereka memiliki kekuatan di dalam jiwa lewat pengetahuan akan Allah dan persekutuan yang terus-menerus di dalam Dia. Umat Yahudi ini menghasilkan dosa emosi dari satu ujung spektrum emosi (rasa takut) ke ujung lainnya (rasa lega karena diselamatkan). Hanya Musa yang memiliki pikiran Ilahi di dalam jiwanya dan kapasitas yang benar untuk menangani segala situasi di dalam kehidupan. Sehingga, ketika ia bernyanyi, itu memiliki arti. Sedangkan nyanyian orang Yahudi lainnya tidak memiliki arti,  karena setiap kali mereka mengalami situasi tertekan, mereka menjadi khawatir dan takut akan keamanan dan tidak pernah memikirkan penyediaan dan rencana Allah bagi hidup mereka. Sehingga, mereka terus dan selalu bersungut-sungut sampai mereka mati di padang gurun karena sebagian besar dari umat Yahudi ini tidak pernah belajar untuk menerapkan Firman Allah dengan iman di dalam pengalaman mereka.

 

“Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka [umat Yahudi di Kitab Keluaran adalah orang percaya], tetapi firman pemberitaan yang mereka dengar itu [setelah keselamatan] tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama [pengetahuan akan Firman] oleh iman dengan mereka yang mendengarnya. Sebab kita yang beriman [dalam janji-janji, prinsip-prinsip dan doktrin-doktrin dari Firman Allah], akan masuk ke tempat perhentian [kepuasan dan ketenangan dari iman percaya kepada Allah].” (Ibr 4: 2,3)

Bab Enam

 

Roma 5:5

 

Doktrin Alkitab dan Kasih Timbal Balik: 

Dua kolom menuju kedewasaan rohani

 

Roma 5:5 “Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan [disirkulasikan] di dalam hati kita [aliran kesadaran] oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.”   

 

Rasa percaya diri selalu berkaitan dengan pengetahuan. Tidak ada orang yang merasa percaya diri kalau ia berada di dalam kondisi ketidaktahuan. Tidak ada orang yang yakin pada seseorang kecuali ia mengenal orang tersebut secara baik. Yang pertama adalah pengetahuan, yang kedua adalah keyakinan. Pada ayat ini, keyakinan itu berdasarkan pada pemahaman kita akan kasih Allah yang kekal kepada kita. Ketika orang percaya belajar mengenai kasih dan respons Allah, ia mengembangkan sebuah kasih yang timbal balik kepada Allah. Dengan jalan ini, ia secara bertahap menerima keyakinan di dalam Allah dan rencana Allah. Ketika orang percaya bertumbuh di dalam kehidupan rohani, ia harus melangkah maju dengan dua kolom. Kolom pertama dibentuk dari pemahamannya akan prinsip-prinsip dan kategori-kategori doktrin yang ditemukan di Kitab Suci. Kolom kedua dibentuk dari kasihnya kepada (apresiasi, hormat, ketaatan, kesetiaan kepada ) Allah. Kedua kolom itu harus maju secara serentak – yaitu doktrin dan kasih timbal balik.

Beberapa orang Kristen belajar berbagai doktrin dari Kitab Suci dan bahkan belajar akan kasih Allah, tetapi mereka tidak pernah mengembangkan sebuah kasih kepada Allah; mereka tidak pernah berjalan di dalam iman atau menghargai kasih karunia Allah, mengembangkan standar-standar dan nilai-nilai Ilahi, atau mencoba untuk menyenangkan Allah di dalam motivasi, pikiran, keputusan dan tindakannya. Orang-orang Kristen tersebut akhirnya akan menyerah di bawah tekanan hukuman atau ujian. Hanya kasih untuk Allah yang memberikan motivasi yang diperlukan untuk membawa seseorang melewati waktu-waktu penghukuman dan ujian yang sulit. Orang-orang Kristen lain menghargai keselamatan dan keamanan kekal, benih-benih kasih, tetapi mereka tidak secara konsisten belajar dari pendeta yang sudah mempersiapkan diri. Dengan demikian, akhirnya hasrat mereka untuk mengasihi menjadi hilang dan digantikan dengan emosi atau legalisme. Harus ada dua kolom untuk maju secara rohani. Apabila seorang Kristen berusaha untuk maju hanya dengan satu kolom, ia akan jatuh. Apabila orang Kristen itu belajar dari pelayan Tuhan yang berkualifikasi mengenai kasih Allah kepadanya sejak awal kekekalan, ia seharusnya mampu untuk meresponi kasih itu secara kasih timbal balik kepada-Nya. “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” (1 Yoh 4:19).

Orang Kristen harus memahami kasih Allah sejak awal kekekalan sebelum ia dapat mengembangkan sebuah kasih kepada Allah. Kalimat Yunani ′η αγαπε του θεου  (he agape tou theou) dapat diterjemahkan menjadi dua arti yakni “kasih Allah” atau “kasih kepada Allah”. Di sini kalimat itu harus diterjemahkan sebagai “kasih Allah”. Pada saat pendeta menyampaikan secara akurat mengenai kasih Allah untuk orang Kristen sejak awal kekelakan, Roh Kudus memenuhi jiwa orang percaya dengan pengertian dan penghargaan akan kasih Allah. Kata Yunani εκχεω (ekcheo – diterjemahkan di sini sebagai “dicurahkan” atau “disirkulasikan”) ditulis dalam bentuk pola kalimat perfect tense intensif yang menitikberatkan pada hasil-hasil dari tindakan yang sudah dilakukan. Tindakan yang sudah dilakukan adalah pertumbuhan rohani orang percaya dan pemahamannya akan kasih Allah kepadanya yang kekal sejak semula. Hal ini menghasilkan kasih kepada Allah.

Siapa yang menuntun orang Kristen mengenai hal kasih? Hal ini terwujud lewat pelayanan yang setia dari Allah Roh Kudus – “lewat Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” Seorang pendeta yang setia dan berkualifikasi adalah suara; Roh Kudus adalah Guru. Pada saat pendeta menyampaikan informasi mengenai kasih Allah kepada kita, Roh Kudus mengajarkan dan mengedarkan informasi ke dalam aliran kesadaran kita. Di dalam pemenuhan Roh Kudus ini orang percaya meresponi kasih Allah dengan kasih kepada Allah. Pemenuhan Roh Kudus diberikan kepada kita untuk kepentingan kita oleh Tuhan Yesus Kristus. Penjelasan kata keuntungan dalam Bahasa Yunani membutuhkan kita untuk menerjemahkan bagian akhir sebagai berikut: “kepada kita untuk keuntungan kita”. Salah satu dari manfaat terbesar di dalam hidup adalah pelayanan pengajaran dari Allah Roh Kudus, karena akan memampukan kita untuk mendapatkan kasih terbesar bagi Allah.

 

Kasih kepada Allah tidak pernah mengecewakan

 

“Dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui [melewati] segala pengetahuan akademis [kata Yunani γνωσις (gnosis)] supaya kamu dipenuhi [kepenuhan Roh Kudus] yang menghasilkan di dalam seluruh kepenuhan [berkat] dari sumber Allah. Bagi Dialah [Bapa], yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita minta [doakan] atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa [dua kolom: doktrin dan kasih] yang bekerja di dalam kita untuk keuntungan kita.” (Eff 3:19, 20)

 

Ketika orang Kristen belajar mengenai kasih Tuhan Yesus  Kristus, baik dari keIlahian dan kemanusiaan Kristus, maka di dalam pelayanan pengajaran dari Roh Kudus kita mulai dapat mengasihi Kristus. Pada titik perkembangan rohani ini Allah Bapa akan memberikan kita sesuatu yang melebihi ekspektasi atau impian kita.

 

“Dan kita [orang Kristen yang memahami kasih Allah] tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan [kebaikan Ilahi] bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Rom 8:28)”

 

Janji ini, yang menghapus segala kekecewaan di dalam hidup, hanya akan berlaku kepada orang-orang percaya yang memiliki kasih pribadi kepada Allah. Ketika orang percaya memiliki sebuah kasih pribadi kepada Allah, tidak ada seorang atau situasi apa pun di dalam hidup yang dapat mengecewakan ia karena ia memiliki keyakinan di dalam janji-janji Allah kepada mereka yang  mengasihi Dia.

Cinta tanpa kemampuan adalah mengecewakan. Sebuah hasrat yang kuat untuk memasuki hubungan romantis dengan manusia menghasilkan kekecewaan dan kefrustrasian.  Hanya sedikit orang yang dicintai dengan cara yang mereka inginkan untuk dicintai atau diperlakukan seperti yang ingin diperlakukan. Katakanlah 2 orang yang sedang bercinta menikah. Istri ingin suaminya selalu mencintai dia, dan suami ingin istrinya menghormati dan patuh kepada dia secara konsisten. Hanya dua orang percaya yang sudah dewasa di dalam persekutuan yang mampu memenuhi ekspektasi ini, namun meskipun orang percaya yang sudah dewasa sekalipun tidak selalu bisa berada di dalam persekutuan. Akan tetapi, apabila seorang sadar bahwa sebagian orang Kristen yang menikah itu bukan orang percaya yang sudah dewasa, ia akan mulai dapat memahami permasalahannya. Mereka berdua akan berfungsi di dalam ekspektasi yang tidak realistis. Hanya Allah yang mampu mengasihi orang percaya lewat cara yang sepenuhnya memenuhi semua ekspektasi orang percaya.

Apa yang terjadi bila orang-orang Kristen masuk ke dalam kasih  tanpa memiliki kedua kolom itu? Apa yang terjadi ketika orang Kristen tidak dicintai atau diperlakukan sebagaimana ia ingin diperlakukan oleh lawan jenisnya? Maka, ia akan mengembangkan sindrom tuntutan (sikap dan perilaku menuntut). Istri menuntut cinta dari suaminya, dan suami menuntut hormat dan kepatuhan dari istrinya. Ketika tuntutan ini tidak dipenuhi, mereka menjadi frustrasi. Dari frustrasi menjadi kepahitan, mengasihani diri dan perasaan tersinggung. Dari perasaan tersinggung menjadi kebencian, dan dari kebencian menjadi dendam. Tanpa memiliki kasih timbal balik kepada Allah dan doktrin di dalam jiwa, orang Kristen akan jatuh di dalam kehidupan pernikahannya atau di dalam hubungan lainnya.

 


Bab Tujuh

 

Yohanes 15:1-8

 

Produksi Kristen

 

Anak-anak harus belajar mengenai pemikiran dan motivasi yang benar dan dilatih di dalam kerendahan hati supaya bisa menikmati olah raga dan berpartisipasi di dalamnya dengan baik. Jadi, orang tua harus mengajarkan anak-anaknya soal perhatian, kebaikan, kemurahan, penghargaan, keadilan dan kebenaran; harus mengajar anak-anak mereka untuk mengendalikan emosi mereka lewat pikiran yang benar dan rasional, dan harus melatih anak-anak mereka untuk patuh dan hormat tidak hanya kepada mereka, tetapi juga kepada semua otoritas yang ada. Mereka harus tidak mengizinkan anak-anak mereka untuk berada  di dalam kemarahan, kebencian, kepahitan, kekhawatiran, ketakutan, mengasihani diri atau mementingkan diri sendiri. Anak-anak harus diajarkan untuk memiliki motivasi yang benar dan adil dan untuk memenuhi tanggung jawab mereka di dalam hidup. Ketika anak-anak sudah ditanamkan dengan pikiran yang benar; sudah memiliki kerendahan hati, dan memiliki motivasi yang baik maka mereka siap untuk masuk ke dalam olah raga.

Sebagaimana anak-anak harus diajarkan dengan baik sebelum mereka bisa menikmati dan berpartisipasi dengan baik di dalam olah raga, demikian juga orang Kristen harus belajar mengenai kehidupan rohani dan mengembangkan hubungan dengan Allah sebelum ia dapat berpartisipasi secara pantas di dalam pelayanan Kristen. Hal ini bukan berarti bahwa bayi Rohani di dalam persekutuan tidak boleh bersaksi kepada orang yang dikasihinya dan teman-temannya, tetapi maksudnya adalah ia harus bertumbuh secara rohani dahulu sebelum ia bisa lebih banyak terlibat di dalam pelayanan Kristen. Apabila ia tidak bertumbuh di dalam kasih karunia dan pengenalan akan Tuhan Yesus Kristus, ia tidak akan memiliki motivasi yang tepat (2 Pet 3:18, 2 Tim 3:16-17). Apabila orang Kristen secara tidak tepat memiliki motivasi dan keluar dari persekutuan, pelayanan Kristennya menjadi tidak berguna dan mati (1 Kor 13:2-3). Untuk itu, Yohanes mengajarkan bahwa orang Kristen harus terhubung dengan pokok anggur (harus berada di dalam persekutuan dengan Roh Kudus dan memiliki hubungan dengan Tuhan Yesus Kristus) jika ia akan menghasilkan buah.

 

Yohanes 15:1  “Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya.”

 

Di dalam kiasan ini Yesus Kristus dalam kesatuan hipostatik adalah pokok anggur dan adalah kunci untuk menghasilkan buah. Allah Bapa adalah pengusaha, pemilik dan pengelola kebun anggur. Sebagai pengusaha kebun anggur, Allah Bapa adalah penulis rancangan seluruh umat percaya di Era Gereja. Allah Bapa merancang sebuah rencana yang berfokus pada kasih timbal balik. Allah mengasihi kita sejak awal kekekalan; kita harus belajar mengenai kasih itu dan secara timbal balik mengasihi Dia kembali. Anak Allah tidak hanya mengasihi kita sejak awal kekekalan dan melakukan banyak hal kepada kita, tetapi sebagai manusia-Ilahi Dia juga mengasihi kita dan menyediakan lebih banyak lagi hal-hal indah bagi kita. Tanpa adanya rasa penghargaan dan kasih kepada Tuhan Yesus Kristus, orang Kristen hanya bisa memproduksi pekerjaan yang mati dari amal baik dan pelayanannya. Jika orang Kristen mau menghasilkan buah, ia harus memiliki hubungan yang harmonis dengan pokok anggur.

 

Yohanes 15:2 “Setiap ranting pada-Ku [di dalam kesatuan dengan Kristus] yang tidak berbuah, dipotong [peringatan dan didikan intensif] dan dibuang [disiplin hingga hampir mati]-Nya [Bapa sebagai pengusaha kebun anggur]  tetapi setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya [penderitaan yang tidak semestinya terjadi] , supaya ia lebih banyak berbuah.”

 

Meskipun semua orang Kristen secara kekal berada di dalam kesatuan dengan Tuhan Yesus Kristus, tidak semua orang Kristen berbuah. Apabila orang Kristen tidak selalu berada di dalam persekutuan dengan Roh Kudus dan bertumbuh secara rohani, ia tidak dapat berbuah. Jika ia berbuah, ia akan menerima didikan dari Allah. Kata Yunani αιρω (aireo) artinya “mengangkat dan mengambil” dan ini biasanya diterjemahkan dengan kata “membuang”. “Mengangkat” mengacu pada secara Ilahi mendidik orang percaya yang menolak untuk tinggal di dalam persekutuan demi untuk belajar rencana Allah.

Tentu saja, jika seorang percaya tidak belajar tentang rencana Allah, ia tidak akan bisa mengerjakan rencana Allah. Jika ia tidak mengerjakan rencana Allah, ia akan dihukum. Jika seorang percaya tidak meresponi didikan ini, ia akan diambil keluar dari dunia ini lewat beberapa metode kematian (1 Yoh 5:16). Meskipun orang Kristen ini meninggal di dalam aib, ia akan pergi ke surga setelah kematian karena tidak ada orang Kristen yang memiliki kuasa untuk merusak keselamatannya.

Orang Kristen yang bertumbuh harus dibersihkan. Secara analogi, untuk menghasilkan sebuah bejana tanah liat yang indah, bejana itu harus ditaruh di tempat pembakaran. Diperlukan suhu yang sangat panas untuk menghasilkan sebuah bejana tanah liat yang indah. Demikian juga dengan orang percaya. Tidak ada orang percaya yang bisa menjadi hebat tanpa adanya tekanan. Ketika orang Kristen melangkah maju di dalam kehidupan rohaninya, Allah akan menyediakan orang percaya itu beberapa penderitaan. Dalam perumpamaan ini, pengusaha kebun anggur membersihkan ranting-ranting yang produktif. Apabila pengusaha kebun anggur tidak membersihkan ranting-ranting yang produktif, ranting-ranting itu akan menjadi kurang produktif. Ketika orang percaya yang sedang maju tidak menerima penderitaan secara berkala, ia akan menjadi terkecoh dan arogan. Ia tidak dapat melanjutkan pertumbuhannya apabila tidak ada tekanan.

 

Yohanes 15:3 “Kamu memang sudah bersih [pembersihan dari dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan pra-keselamatan] karena firman [Injil] yang telah Kukatakan [pola kalimat yang dipakai untuk menunjukkan peristiwa yang sudah terjadi, mengindikasikan  sebuah hasil dari Injil, mereka sudah percaya] kepadamu.”

 

Di dalam Yesaya 43:25, “Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu.” Oleh karena dosa-dosa pra-keselamatan anda sudah diampuni pada saat anda menerima keselamatan, maka seharusnya tidak ada lagi perasaan bersalah mengenai dosa-dosa pra-keselamatan anda. Untuk itu, tidak ada hal apa pun di dalam kehidupan sebelum diselamatkan anda yang menjadi penghalang untuk berbuah di dalam kebaikan Ilahi setelah keselamatan.  

 

Yohanes 15:4 “Tinggallah di dalam Aku [persekutuan dan kasih Kristus] dan Aku di dalam kamu [pemikiran Kristus di dalam jiwa anda]. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah [kemampuan untuk berbuah], jikalau kamu tidak tinggal di dalam [persekutuan] Aku [dimotivasi oleh kasih kepada Tuhan].”

 

Tidak ada buah yang dihasilkan tanpa adanya pemenuhan oleh Roh Kudus dan tanpa pembelajaran kehidupan rohani. Dengan mempelajari kehidupan rohani, orang akan dituntun kepada kasih kepada anggota-anggota Tritunggal yang merupakan tujuan dari kehidupan rohani. Orang-orang Kristen yang tidak pernah belajar mengenai kehidupan rohani mungkin dapat menghasilkan banyak perbuatan baik, namun kebaikan ini sering kali menjadi pekerjaan yang mati. Jika seorang Kristen (ranting) tidak berada di dalam persekutuan dengan Roh Kudus dan tidak belajar tentang pikiran-pikiran Kristus (terputus dari pokok anggur), ia tidak dapat memproduksi kebaikan Ilahi. Untuk dapat berbuah, seorang Kristen harus tergantung pada dua kuasa yaitu Pemenuhan oleh Roh Kudus dan Kuasa Firman Allah. Jika orang Kristen bekerja dengan kekuatan manusia, ia hanya akan memproduksi pekerjaan-pekerjaan yang mati.

 

Yohanes 15:5 “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku [persekutuan dengan Tuhan lewat pemenuhan Roh Kudus] dan Aku di dalam dia [pikiran Yesus Kristus di dalam jiwa orang percaya yang menghasilkan sebuah kasih kepada Allah], ia berbuah banyak, sebab di luar Aku [pikiran Tuhan] kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”

 

Yesus Kristus adalah pokok anggur. Seperti ranting yang hidup dari makanan dari pokoknya, demikian juga kita harus hidup dengan terus belajar akan pikiran-pikiran Yesus Kristus lewat pelayanan pemenuhan Roh Kudus. Yesus Kristus di dalam kemanusiaan-Nya memakai waktu 30 tahun untuk belajar dan berkembang di dalam kehidupan rohani-Nya (Lukas 2:52). Baru setelah itu, Ia mulai pelayanan-Nya selama tiga tahun. Pertumbuhan rohani harus mendahului pelayanan dan perbuatan baik atau produksi Ilahi lainnya. Jika seorang Kristen masuk di dalam pelayanan Kristen tanpa pemahaman akan kehidupan rohani dan tanpa memiliki kasih kepada Allah Bapa, Roh Kudus dan Tuhan Yesus Kristus, pelayanan Kristen dan perbuatan baiknya akan menjadi pekerjaan yang mati. Hanya orang Kristen yang maju secara rohani lewat persepsi Firman Allah dan mengembangkan kasihnya kepada Allah yang dapat berbuah. Tanpa adanya pikiran Yesus Kristus di dalam jiwa, kita tidak dapat memiliki kehidupan rohani. Tanpa kehidupan rohani yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada kita, kita sama sekali tidak dapat berbuah.

 

Yohanes 15:6  “Barangsiapa [orang percaya mungkin akan dan mungkin tidak akan] tidak tinggal [di dalam persekutuan] di dalam Aku [orang percaya gagal untuk dimotivasi oleh hormat dan kasihnya kepada Tuhan], ia dibuang ke luar seperti ranting [didikan Ilahi di dalam tiga kategori: peringatan, didikan intensif dan didikan yang hampir mematikan] dan menjadi kering [tidak ada kehidupan rohani, hanya pekerjaan yang mati], Mereka [malaikat terpilih] kemudian mengumpulkannya [ranting-ranting kering yang adalah pekerjaan-pekerjaan yang mati] dan mencampakkan ke dalam api lalu mereka [pekerjaan yang mati] dibakar.”

 

Ada dua jenis ranting di dalam perumpamaan ini, yang sehat dan yang mati. Ranting yang sehat menghasilkan buah sedangkan ranting yang mati mewakili pekerjaan-pekerjaan yang mati. Seseorang harus sadar bahwa tidak semua kiasan memuat pesan-pesannya secara sempurna. Jadi, di dalam kiasan ini, ranting mewakili baik orang percaya dan pekerjaan-pekerjaannya yang mati. Akan tetapi, ranting-ranting yang dibakar - ini tidak mengacu pada orang percaya, tetapi hanya kepada pekerjaan-pekerjaan mereka yang mati. Seorang percaya tidak pernah dibakar. Bahkan Paulus menjelaskan secara sangat jelas bahwa hanya pekerjaan orang percaya yang mati yang dibakar, bukan orang percaya.

 

“Entahkah orang [orang Kristen] membangun di atas dasar ini [keselamatan di dalam Yesus Kristus] dengan emas, perak, batu permata [produksi hebat lewat mengasihi Allah dan kesaksian sukacitanya], kayu, rumput kering atau jerami [kebaikan-kebaikan dan pelayanan Kristen ketika berada di luar persekutuan = pekerjaan-pekerjaan yang mati], sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya [Yesus Kristus akan mengevaluasi setiap kehidupan orang percaya setelah pengangkatan], sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang [buah atau kebaikan Ilahi] tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya [pekerjaan-pekerjaan yang mati] terbakar, ia akan menderita kerugian [dari upah], tetapi ia sendiri akan diselamatkan [dibawa ke surga], tetapi seperti dari dalam api [semua produksi semunya terbakar].” (1 Kor 3:12-15)  

 

Apakah anda mau mendengar sebuah kisah lucu? Karena beberapa orang Kristen tidak memahami secara benar mengenai kiasan di dalam Yohanes 15, jadi mereka berpikir bahwa orang percaya yang tidak menghasilkan pekerjaan yang baik akan dilemparkan ke api dan terbakar. Apakah anda bisa bayangkan kebodohan ini? Semua orang percaya akan dievaluasi di dalam tubuh kebangkitannya (Roma 14:10-12). Di dalam sebuah tubuh kebangkitan, meskipun seorang Kristen berdiri di dalam api selama sepuluh tahun ia tidak akan terbakar. Tubuh kebangkitan tidak bisa dihancurkan atau dirusak dengan cara apa pun. Sesungguhnya, orang yang tidak percaya yang berada di dalam tubuh kekekalan ini tidak akan terbakar di dalam Lautan Api; ia akan sangat menderita, namun tubuhnya tidak akan dirusak oleh api. Bagaimana anda dapat bayangkan seorang percaya terus bertahan selama triliunan tahun di dalam Lautan Api?

 

Yohanes 15:7 “Jikalau kamu tinggal [persekutuan] di dalam Aku [menjaga kasihnya kepada Tuhan] dan firman-Ku tinggal di dalam kamu [pikiran Tuhan di dalam jiwa orang percaya], mintalah [berdoa] apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.”  

 

Di ayat ini kita melihat doa digunakan sebagai contoh untuk menghasilkan buah. Kata Yunani εαν (ean -artinya ‘jika’) membentuk sebuah klausa yang tergantung pada status dari orang Kristen. Jika orang Kristen mengembangkan sebuah apresiasi dan hormat kepada Tuhan dan dimotivasi oleh kasihnya kepada Tuhan di dalam segala hal yang dilakukannya, maka apa saja yang diminta di dalam doanya akan dijawab. Janji doa ini tidak diberikan kepada semua orang percaya, tetapi kepada orang percaya yang mengasihi Tuhan. Ini adalah orang percaya yang dewasa. Orang percaya yang dewasa tidak bodoh. Sehingga ia tidak meminta atau menginginkan sesuatu yang konyol. Orang percaya yang dewasa memiliki norma-norma dan standar-standar yang benar serta motivasi dan prioritas yang benar. Sehingga, ia dapat dipercaya dengan janji ini.

 

Yohanes 15:8   “Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.”

 

Ketika orang Kristen berada di dalam persekutuan dengan Allah Roh Kudus dan dimotivasi oleh kasihnya kepada Tuhan maka apa saja yang dilakukannya adalah buah. Ada buah yang sangat jelas dapat dilihat oleh semua orang seperti pelayanan Kristen dan perbuatan baik. Akan tetapi, ada juga suatu  wilayah produksi  besar yang tidak terlihat. Mari saya berikan beberapa contoh. Jika seorang istri patuh kepada suami ia mengasihi Tuhan, jika seorang pelajar rajin belajar ia menyenangkan Tuhan, jika seorang suami memaafkan istrinya oleh karena beberapa kesalahan ia menerapkan anugerah Allah, dan itu semua adalah produksi. Buah dihasilkan oleh orang percaya yang berjalan di dalam iman, memaafkan orang lain di dalam kasih karunia, menderita tetapi tidak pernah bersungut-sungut karena mereka hormat kepada Tuhan. Buah, baik itu terlihat maupun tidak terlihat harus dimotivasi oleh Pemenuhan Roh Kudus.

Bab Delapan

 

Matius 7:1-2

Menghakimi

 

Matthew 7:1 “Jangan kamu menghakimi [κρινω / krino], supaya kamu tidak dihakimi [tidak menerima disiplin tiga kali lipat dari Allah].”

 

Kata Yunani krino ketika digunakan pada orang, akan memiliki arti menghakimi, mengritik, gosip, memfitnah dan mengumpat. Tidak ada orang Kristen yang berhak untuk mengevaluasi dengan kritik orang Kristen lainnya kecuali mereka berada dalam berbagai posisi di dalam otoritas yang mengharuskannya untuk melakukan itu. Ayat ini ditulis secara imperatif larangan yang artinya kita harus menerjemahkan kata kerjanya menjadi ‘untuk berhenti melakukan sesuatu yang sedang dilakukan’. Adanya keterangan waktu di kalimat ini memberikan arti sebuah tindakan yang dimulai pada masa lalu dan terus berlanjut hingga saat ini. Orang-orang percaya ini mulai menghakimi orang percaya lain pada masa lalu dan terus  melakukan hingga saat ini. Dan mereka diperintahkan untuk berhenti.

Katakanlah beberapa orang percaya sedang melakukan dosa. Sekarang, siapa yang menangani orang-orang percaya yang ada di luar persekutuan? Tentu saja, Tuhan mendidik orang-orang percaya yang ada di luar persekutuan – dan Ia tidak butuh bantuan apapun! Di ayat ke dua kita melihat bahwa orang Kristen yang menghakimi orang lain akan dididik oleh karena dosa 3 hal. Pertama, ia akan dihukum karena menghakimi. Kedua, setiap orang Kristen yang menghakimi orang lain itu sombong. Jadi ia akan dihukum oleh karena kesombongannya. Ketiga, nanti kita akan segera melihat, orang percaya ini akan dihukum oleh karena dosa yang ia sebutkan terhadap orang lain. Orang Kristen ini tidak hanya menerima tiga kali pendisiplinan pada saat ia menghakimi, tetapi juga di waktu yang sama ia membuat dirinya menderita di bawah hukum alam oleh karena penderitaan yang dihasilkan oleh dirinya sendiri. Setiap kali orang percaya melakukan dosa dan keluar dari persekutuan, ia menjadikan dirinya tidak bahagia karena setiap dosa tentu secara alami akan menyebabkan penderitaan. Jadi, ketika seseorang melakukan dosa, ia secara alami menyebabkan dirinya tidak berbahagia. Ini bukan didikan Ilahi, tetapi merupakan akibat yang akan  menghukum dirinya sendiri.

Ingatlah catatan penting ini secara teliti: Setiap kali kita berkata bahwa seseorang sedang didisiplinkan oleh Allah karena dosa, kita sedang mengartikannya bahwa orang lain itu sedang didisiplinkan oleh karena akibat dari dosa itu. Tidak ada orang percaya yang dihukum oleh Allah oleh karena dosa aktual itu sendiri karena semua dosa sudah diadili di atas kayu salib: “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib” (1 Petrus 2:24a). Keadilan Allah tidak menghukum dua orang oleh karena dosa yang sama. Sejak awal kekekalan, kebenaran Allah menuntut agar semua dosa di dalam sejarah manusia untuk dihukum. Di atas kayu salib Bapa telah menghukum kemanusiaan dari Yesus Kristus oleh karena semua dosa. Hal ini sepenuhnya memenuhi kebenaranNya yang sempurna. Untuk itu, kebenaranNya tidak menghukum semua orang lain. Tidak ada orang yang dihukum oleh karena dosa mereka. Jadi mengapa orang yang tidak percaya dan orang percaya menerima hukuman? Allah menghukum orang tidak percaya agar ia mengikuti peraturan mengenai tanggung jawab individu, tanggung jawab di dalam pernikahan, keluarga dan bangsanya. Allah menghukum orang percaya yang gagal supaya ia dapat kembali ke dalam persekutuan dan melanjutkan pertumbuhannya menuju kedewasaan rohani. Semua penghukuman dirancang untuk membantu orang yang sedang dihukum  dan untuk memberikan pelajaran kepada orang lain yang melihat hukuman ini untuk tidak berani melakukan hal serupa. Lebih dari pada itu, Allah selalu menghukum orang percaya oleh karena kasih-Nya. Karena Allah mengasihi semua orang percaya dengan kasih yang kekal, Ia akan melakukan semua di dalam kuasa-Nya untuk memotivasi orang percaya untuk menyelesaikan kehidupan rohaninya.

 

“Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: ‘Hai anakku [orang percaya], janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa [menjadi patah semangat dan bereaksi] apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya [orang-orang percaya], dan Ia menyesah [didikan keras] orang yang diakui-Nya sebagai anak.’ Jika kamu harus menanggung ganjaran [orang percaya menjadi kuat lewat didikan]; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang [semua orang menerima didikan], maka kamu bukanlah anak [orang tidak percaya], tetapi anak-anak gampang.” (Ibrani 12:5-8)  

 

Matius 7:2  “Karena dengan penghakiman [umpatan, gosip, fitnah] yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi [dihukum karena umpatan, gosip, fitnah] dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur [dosa yang anda perkatakan mengenai orang lain], akan diukurkan kepadamu [anda akan dihukum oleh karena dosa orang lain yang anda sebutkan].”

 

Setiap dosa verbal dimotivasi oleh berbagai dosa mental seperti kesombongan. Contohnya kemarahan, kebencian, kecemburuan dan pembenaran diri sendiri semuanya memotivasi dosa-dosa verbal. Seseorang yang penuh dengan kebencian cenderung untuk  mengumpat; seseorang yang iri hati cenderung akan memfitnah lawannya; seseorang yang membenarkan diri sendiri cenderung untuk gosip atau mengkritik orang percaya lainnya. Semua dosa verbal dimotivasi oleh berbagai dosa mental.

Setiap dosa verbal akan menghasilkan empat kali hukuman. Coba ambil contoh orang Kristen A dan B. Orang Kristen A benci orang Kristen B sehingga ia memfitnah B dengan menyebarkan rumor bahwa B itu berselingkuh. Dalam hal ini A akan menerima empat hukuman:

1. Ia dihukum karena kebencian.

2. Ia dihukum karena fitnah.

3. Ia dihukum karena perzinahan – dosa yang ia sebutkan mengenai B: “ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu”.

4. Ia akan dihukum oleh hukum penderitaan yang dihasilkan oleh diri sendiri.

 

Hal ini menjelaskan mengapa orang-orang Kristen yang suka gosip di sebuah gereja akan mengalami masa-masa sulit. Hampir semua Gereja ada beberapa wanita atau pria tua yang merupakan tukang gosip yang andal. Orang-orang Kristen ini mengaku dirinya sempurna sehingga merasa berhak untuk menghakimi dan gosip mengenai orang lain. Orang-orang percaya ini diisi dengan kesombongan dan membenarkan diri sendiri. Apabila kebenaran diri memiliki berat, maka mereka pasti sudah tidak bisa berjalan. Meskipun demikian, orang-orang Kristen yang membenarkan diri ini menggambarkan dirinya sebagai orang percaya yang hebat. Orang-orang ini berpikir penderitaan yang mereka alami itu tidak seharusnya dialami mereka,  padahal yang sesungguhnya terjadi adalah mereka sedang ada di dalam didikan tiga kali oleh Tuhan ditambah dengan penderitaan yang ditimbulkan oleh dirinya sendiri.

Seseorang harus sadar bahwa Allah itu adil. Katakanlah ada beberapa orang yang berzinah. Sekarang, didikan yang berkaitan dengan dosa perzinahan itu berat. Juga perlu diingat bahwa Allah tidak butuh pertolongan apa pun dan dari siapa pun untuk mendidik orang tersebut. Akan tetapi, mari berasumsi bahwa anda ambil keputusan untuk menolong Allah untuk menghukum orang tersebut  lewat gosip. Keadilan Allah berkata bahwa ini tidak adil. Jadi, Allah memberikan anda hukuman yang Ia berikan kepada orang yang berzinah karena orang berzinah itu telah dihukum oleh gosip anda. Kadang-kadang tukang gosip memfitnah seseorang yang tidak bersalah. Dalam kasus ini, Allah akan menyediakan berkat ekstra kepada korban gosip. Seseorang harus selalu ingat bahwa Allah itu adil secara sempurna kepada semua orang. Untuk itu, jika seorang percaya menyebabkan penderitaan tambahan kepada orang percaya lain, Allah harus menyeimbangkan itu dengan berkat tambahan. Inilah keadilan Allah.

Kesimpulan

 

Kehidupan rohani yang memberikan kita persekutuan dengan Allah tergantung dari dua faktor yang saling bergantung: Doktrin Alkitab di dalam jiwa, dan pemenuhan oleh Roh Kudus. Roh Kudus memakai doktrin yang tersimpan di dalam jiwa kita dan memampukan kita untuk mengingat doktrin tersebut di dalam setiap aspek pengambilan keputusan dan kemauan – dengan kata lain keduanya diperlukan untuk menuntun pikiran kita, sehingga pikiran kita bisa sejalan dengan pikiran Allah, dan tindakan kita memuliakan Dia. Inilah persekutuan dengan Allah. Doktrin Alkitab mengajarkan kita mengenai karakter Allah dan kasih-Nya kepada kita. Kasih Allah itu tidak emosional, tetapi adalah kasih kebajikan (agape) yang terdiri atas kebenaran, keadilan, kasih karunia dan kemahatahuan-Nya. Persekutuan dengan Allah membutuhkan apresiasi terhadap aspek-aspek / komponen-komponen kasih Allah (yang pada dasarnya adalah karakter Allah) – sebuah apresiasi yang akan diekspresikan lewat ibadah kepada Allah secara konsisten, menerima pengalaman kebenaran, dan mendemonstrasikan kasih karunia Allah kepada orang lain. Perhatikanlah bahwa semua ekspresi kasih tersebut adalah berdasarkan pikiran (doktrin Alkitab di dalam jiwa), bukan emosi. Emosi dirancang untuk menjadi ekspresi yang keluar dari jiwa; atau, untuk memampukan manusia untuk mengapresiasi dan meresponi apa yang ada di dalam jiwa. Akan tetapi, jika emosi diizinkan untuk mendominasi jiwa (pikiran), maka perkataan dan tindakan yang keluar akan menjadi tidak rasional.

Emosi juga dapat diuraikan sebagai sebuah fungsi perasaan. Jika apa yang anda rasakan menjadi hal yang pokok di dalam hidup anda, anda tidak akan pernah dapat mengerjakan rencana Allah sebagai orang percaya di dalam Tuhan Yesus Kristus. Di dalam ibadah penyembahan, ketika pemimpin penyembahan sedang berdoa dengan berapi-api dengan latar belakang musik yang memompa adrenalin dan di hadapan jemaat yang sedang menangis, orang yang hadir akan cenderung ‘merasa’ bahwa ia mengalami pengalaman rohani. Di dalam situasi seperti ini, orang yang tidak percaya sekalipun juga bisa merasa bahwa ia sedang mengalami pengalaman rohani. Padahal, yang sesungguhnya terjadi adalah mereka dipenuhi oleh emosi. Dan bagi orang percaya, penyembahannya kepada Allah akan berdasarkan pada emosinya daripada doktrin Alkitab di dalam jiwa dan pemenuhan dari Roh Kudus (Yoh 4:24).

Seorang percaya yang mengizinkan pikirannya dipengaruhi oleh emosi  juga akan gagal di dalam pelayan Kristen karena ia akan melayani Allah karena dimotivasi oleh hasrat untuk ‘merasa dipenuhi, untuk menerima persetujuan dari orang lain, atau mungkin berusaha untuk keluar dari perasaan bersalah karena suatu dosa tertentu. Jika orang Kristen melayani Allah berdasarkan hasrat emosional dan bukan karena sebuah apresiasi oleh karakter Allah dan kasih Allah  kepada orang percaya, maka pekerjaan-pekerjaannya menjadi sia-sia dan ia dianggap sebagai kegagalan di dalam kehidupan rohani. Orang percaya yang emosional juga akan jatuh pada saat ujian, dimana pada saat itu ia perlu untuk memikirkan Doktrin Alkitab di bawah pemenuhan oleh Roh Kudus supaya memiliki kemenangan atas Iblis, dunia, dan/atau hasrat kedagingan dirinya. Jika emosi mempengaruhi jiwa, orang percaya akan menggunakan keinginannya untuk memuaskan hasrat pribadi ketimbang melakukan kehendak Allah.

Sangatlah penting bagi orang Kristen untuk mengembangkan kasihnya kepada Allah yang merupakan hasil dari pertumbuhan di dalam kasih karunia dan pengenalan akan Allah Bapa, Allah Roh Kudus dan Tuhan Yesus Kristus. Untuk mencapai ini, orang percaya harus memfokuskan hidupnya dengan secara konsisten belajar dan menerapkan doktrin Alkitab dalam pemenuhan oleh Roh Kudus. Untuk mengalami pemenuhan oleh Roh Kudus, orang percaya harus secara terus menerus menjaga kekudusan jiwanya. Di dalam kasih karunia-Nya, Allah telah menyediakan orang percaya sebuah prosedur untuk kembali masuk ke dalam persekutuan – jika kita melakukan dosa kita harus mengakui kesalahan kita dan menyebutkan dosa kita di hadapan Allah Bapa, sehingga kita dapat dikuduskan untuk kembali menerima kepenuhan Roh Kudus – dan melanjutkan persekutuan kita dengan Allah.

Glosarium

 

Doktrin Alkitab  :  Doktrin Alkitab adalah semua materi yang berkaitan dengan suatu subyek Alkitabiah. Ketika pendeta-pengajar mengimpartasikan doktrin Alkitab yang diinterpretasikan secara benar kepada pelajar yang dipenuhi oleh Roh Kudus, doktrin itu akan dicerna di dalam jiwa untuk diterapkan di dalam kehidupan rohani.

 

Pelayanan Kristen :  Pada saat menerima keselamatan, semua orang percaya masuk ke dalam pelayanan Kristen sepenuh waktu.  Kata “pelayanan Kristen sepenuh waktu” tidak hanya memiliki arti sempit yaitu harus menjadi seorang gembala, penginjil, misionaris, atau seseorang yang terlibat di dalam suatu organisasi pelayanan Kristiani. Pelayanan Kristen sepenuh waktu artinya mengerjakan rencana Allah bagi Gereja. Dalam melakukan itu, orang Kristen dapat melakukan pelayanan Kristen lewat lima kategori pelayanan, yaitu:

1: Pelayanan Kristen yang berkaitan dengan karunia rohani seseorang seperti karunia menolong, penginjil, pendeta-pengajar, administrasi.

2: Pelayanan Kristen yang berkaitan dengan keimaman seseorang, seperti doa.

3: Pelayanan Kristen yang berkaitan dengan menjadi duta kerajaan Allah, seperti penginjilan.

4: Pelayanan Kristen yang berkaitan dengan dampak yang tidak terlihat, seperti “memberkati lewat pergaulan” yang diterima oleh orang lain yang bergaul dengan orang percaya yang dewasa.

5: Pelayanan Kristen yang berkaitan dengan hukum-hukum yang berlaku seperti membayar pajak, pemungutan suara dan pelayanan militer.

 

Pemenuhan oleh Roh Kudus: Di bawah pemenuhan oleh Roh Kudus; Allah Roh Kudus memberikan kuasa supaya orang Kristen dapat mengerti, mencerna, mempertahankan dan menerapkan Firman Allah. Di dalam pelayanan ini, Roh Kudus adalah mentor kita – otoritas, pendorong, penasihat dan guru kita.

 

Kodrat Dosa : kodrat dosa adalah sebuah bagian  yang menyatu dengan setiap umat manusia dan tinggal di dalam struktur sel setiap tubuh manusia. Kodrat dosa terdiri atas kekuatan yang menghasilkan kebaikan semu; kelemahan yang menghasilkan dosa; kecenderungan untuk merosot secara moral (legalisme) dan kemerosotan  secara amoral, serta berbagai pola nafsu.

www.maxkleinbibleministries.org

bottom of page